kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU belum optimal di sektor industri keramik


Rabu, 22 Juli 2020 / 15:56 WIB
Implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU belum optimal di sektor industri keramik
ILUSTRASI. Implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU belum optimal di sektor industri keramik./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/03/2017.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menilai, implementasi harga gas industri sebesar US$ 6 per MMBTU yang berlaku sejak bulan April 2020 belum berjalan sesuai yang diharapkan para pelaku industri keramik nasional.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan, untuk pembayaran pemakaian gas di bulan Juli, industri keramik yang berada di Jawa bagian barat baru bisa menikmati harga gas US$ 6 per MMBTU sebanyak 44% dari total alokasi volume gas sesuai Keputusan Menteri ESDM No. 89 K/10/MEM/2020. Adapun 56% pelaku industri keramik di sana masih membayar gas dengan harga sebesar US$ 9,16 per MMBTU.

Di saat yang sama, industri keramik yang berada di Jawa Timur masih tetap membayar pemakaian gas dengan harga sebesar US$ 7,98 per MMBTU. Pihak Asaki terus mendesak PT Perusahaan Gas Negara Tbk untuk mempercepat proses Letter of Agreement (LoA) dengan pelaku industri gas di sektor hulu.

Baca Juga: Pasca PSBB, Bisnis Keramik Arwana Citramulia (ARNA) Mulai Mengkilat

“Dari info yang kami terima, PGN terus melakukan upaya di mana industri keramik di Jawa bagian timur untuk tagihan yang jatuh tempo di Agustus hanya bisa menikmati harga gas US$ 6 per MMBTU sebanyak 20% dari total alokasi sesuai Kepmen, sedangkan sisa 80% masih dengan harga yang lama,” ungkap Edy kepada Kontan, Rabu (22/7).

Ia melanjutkan, di Jawa bagian barat, PGN masih harus menunggu LoA dengan ConocoPhillips agar bisa menerapkan harga gas US$ 6 per MMBTU secara penuh. 

Asaki menilai, implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU secara penuh sangat dibutuhkan segera oleh industri keramik nasional. Hal ini demi pemulihan industri keramik di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak signifikan terhadap arus kas industri tersebut.

Harga gas yang baru juga akan dimanfaatkan secara optimal oleh industri keramik nasional untuk mendongkrak daya saing di pasar ekspor, terutama ke Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australia di tengah melemahnya daya beli di dalam negeri.

Edy melanjutkan, semenjak harga gas US$ 6 per MMBTU diterapkan, sebenarnya utilisasi kapasitas produksi industri keramik nasional pelan-pelan meningkat dari 30% di bulan Mei menjadi mendekati level 45% di bulan Juli. Pertumbuhan utilisasi memang masih rendah lantaran daya beli masyarakat yang rendah di masa pandemi.

Baca Juga: Terdampak Covid-19, lifting dan serapan LNG turun di semester I-2020

Asaki pun sangat membutuhkan campur tangan pemerintah untuk memberikan relaksasi berupa penghapusan minimum biaya atau take or pay (TOP) selama semester kedua tahun 2020. “Karena pemberlakuan TOP tersebut mendistorsi efektivitas dari stimulus harga gas baru yang tujuan utamanya adalah penguatan industri keramik dalam negeri,” terang dia.

Lantas, Asaki sebagai pelaku industri yang terdampak pandemi Corona sejatinya sudah berulang kali membahas dan meminta relaksasi penghapusan TOP dengan PGN. Hanya memang, usaha tersebut belum membuahkan hasil sejauh ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×