kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Implementasi regulasi belum mampu dorong investasi energi terbarukan


Kamis, 11 Juli 2019 / 18:42 WIB
Implementasi regulasi belum mampu dorong investasi energi terbarukan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Regulasi yang ada saat ini dinilai belum mampu mendorong investasi Energi Terbarukan (ET). Bahkan, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menilai sejumlah implementasi dari regulasi tersebut dapat menghambat investasi di sektor energi hijau ini.

Menurut Ketua METI Surya Darma, regulasi tersebut menyangkut penentuan harga hingga skema kontrak yang mengganjal pendanaan. Salah satu regulasi yang disorot Surya adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 50 Tahun 2017.

Surya mencontohkan soal penentuan harga yang dinilai tidak memberikan sentimen positif terhadap pengembangan ET. "Jadi ini soal bagaimana memposisikan ET, misalnya listrik yang dihasilkan ET diminta lebih kecil dari biaya pembangkitan PLN, ya itu sulit," kata Surya disela peluncuran IndoEBTKE ConEx 2019, Kamis (11/7).

Selain itu, ada juga skema penyerahan aset ketika kontrak berakhir atau build, own, operate, and transfer (BOOT). Dengan skema tersebut, proyek ET yang telah dibangun akan diserahkan kepada PT PLN (Persero) ketika masa kontrak telah berakhir.

"Ini yang dianggap oleh para investor tidak bankable, sehingga sulit untuk mendapatkan pendanaan," sambung Surya.

Karenanya, Surya meminta supaya pemerintah bisa memberikan regulasi yang kondusif bagi pengembangan investasi ET. Selain itu, Surya juga mengaku proyek ET perlu mendapatkan insentif fiskal dari pemerintah.

Hanya saja, Surya menilai insentif yang lebih dibutuhkan oleh pelaku usaha dan investor ET bukan berupa subsidi pajak. Apalagi, jika insentif fiskal itu hanya diberikan kepada proyek yang terbebani pajak karena sudah berhasil meraih pendapatan.

"Subsidi pajak kan kalau dia kena pajak, dan biasanya itu untuk proyek yang sudah positif. Kalau investasinya aja belum mulai atau rugi, ya untuk apa subsidi pajak itu," kata Surya.

Sehingga, Surya berpandangan bahwa insentif fiskal idealnya diberikan sejak awal proyek, khususnya ketika pengembang tengah mencari pendanaan. Selain itu, insentif juga bisa diberikan agar penentuan harga dari listrik yang dihasilkan ET bisa sejalan dengan keekonomian.

"Kalau harga sesuai keekonomian pengembang akan mendapatkan return yang tepat. Kalau dia dapat margin (keuntungan), otomatis akan bayar pajak," terang Surya.


Susun Roadmap

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Pelayanan dan Pengawaan Usaha Aneka EBT Kementerian ESDM Abdi Dharma mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyusun peta jalan atau roadmap pengembangan energi terbarukan.

Abdi menjelaskan, roadmap itu dimaksudkan untuk mengidentifikasi sebaran potensi ET, bagaimana status pengembangannya, regulasi seperti apa yang dibutuhkan, serta teknologi jenis apa yang dapat diterapkan. "Juga soal pendanaannya bagaimana. Ini berbasis proyek dari masing-masing klaster (jenis) ET," ungkap Abdi.

Selain itu, roadmap tersebut juga dimaksudkan untuk menyelaraskan target bauran energi dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Targetnya, roadmap tersebut sudah bisa rampung pada bulan ini.

"Jadi prinsipnya mengacu ke RUEN tahun 2025, supaya jelas, nggak ada gap (bauran energi). Semoga bulan ini sudah selesai," kata Abdi.

Ia juga menyampaikan, roadmap ini diinisiasi oleh Kementerian Keungan (Kemenkeu) dan dalam penyusunannya melibatkan stakeholders terkait. Melalui roadmap, sambung Abdi, Kemenkeu diharapkan bisa lebih mudah dalam memberikan insentif fiskal yang diperlukan untuk mendorong pengembangan ET.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan sektor prioritas yang akan mendapatkan subsidi pajak pada tahun 2020. Satu diantaranya adalah investasi di Energi Terbarukan.

Subsidi pajak tersebut dirancang oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan merupakan bagian dari belanja perpajakan atau tax expenditure.

Kepada Kontan.co.id, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Sutijastoto mengatakan, subsidi pajak tersebut merupakan hasil koordinasi antara Kemenkeu dan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM.

"Yang diprioritaskan untuk panas bumi, PLTA/PLTMH Biofuel dan ET lainnya," ungkap Sutijastoto.

Namun, Sutijastoto pun masih belum membeberkan dengan detail skema dan besaran insentif fiskal yang dimaksud. Alasannya, Sutijastoto mengatakan bahwa hingga kini pihaknya masih melakukan finalisasi bersama Kemenkeu. "Kita koordinasi, ini sedang kita godog," imbuh Sutijastoto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×