Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kebijakan pemerintah membatasi impor jagung ternyata memiliki dampak luas. Langkah produsen pakan ternak mengganti jagung dengan gandum bakal memicu lonjakan impor gandum pada tahun ini.
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) selaku wadah importir gandum terbesar di Indonesia memproyeksikan tahun ini permintaan terhadap gandum bakal bengkak karena kebutuhan industri pakan ternak. Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Aptindo bilang, impor gandum bisa kembali tinggi tahun ini, setelah pemerintah berupaya menekan impor gandum tahun lalu.
Aptindo mencatat, impor gandum sampai dengan kuartal III-2015 sebanyak 5,41 juta ton, menurun tipis 2,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara nilai impornya US$ 1,57 miliar, menurun 13,2% dari periode yang sama tahun sebelumnya karena harga gandum dunia yang jatuh.
Ratna memperkirakan realisasi impor sepanjang 2015 sekitar 7 juta ton. Sebagai perbandingan, impor gandum sepanjang 2014 adalah sebanyak 7,43 juta ton atau senilai US$ 2,38 miliar. Adapun negara yang paling banyak mengirim gandum ke Indonesia antara lain Australia, Kanada, dan Amerika Serikat (AS).
Sayang, Aptindo belum bisa memproyeksikan impor gandum tahun ini. "Kami masih konsolidasi. Apalagi, perusahaan pakan ternak juga bakal mengimpor sendiri," ungkap Ratna kepada KONTAN, Selasa (26/1).
Sebagai informasi, sebanyak 75% gandum impor yang masuk ke Indonesia diolah menjadi bahan baku untuk industri tepung terigu. Sedangkan gandum untuk industri pakan ternak hanya 25% sisanya.
Selain jagung dan kedelai, gandum merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang volume impornya tinggi. Hal ini karena keberadaan industri tepung terigu yang membutuhkan bahan baku cukup besar.
Hingga 25 November 2015 lalu, tercatat ada 31 pabrik tepung terigu yang beroperasi di Indonesia dengan kapasitas produksi 11,2 juta ton per tahun. Apalagi, Indonesia belum mampu memproduksi gandum karena faktor iklim. Maklum, gandum lazim ditanam di negara subtropis.
Diskriminasi PPN
Selain mendongkrak volume impor gandum, kehadiran perusahaan pakan dalam impor gandum ini memercikkan persoalan baru. Ratna mempertanyakan pemerintah soal diskriminasi pengenaan pajak bagi importir gandum.
Pasalnya, impor gandum untuk industri pakan ternak bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena dikategorikan sebagai barang strategis. Sedangkan impor terigu untuk industri tepung terigu kena PPN 10%. "Kami ingin tidak ada diskriminasi. Kalau kena PPN, ya kena semua. Kalau tidak kena pajak, ya tidak kena semua," ujar Ratna.
Desianto Budi Utomo, Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) mengakui bahwa perusahaan pakan ternak sudah mulai menggunakan gandum sebagai substitusi jagung. Sementara ini porsinya masih sebesar 20%-30%.
Meski begitu, Desianto belum bisa memastikan impor gandum perusahaan pakan ternak akan membuat volume impor akan melonjak signifikan tahun ini. "Pada saat panen raya jagung nanti, stok jagung akan melimpah dan harga turun sehingga tidak perlu impor gandum lagi," ujarnya.
Desianto berharap impor gandum untuk bahan baku pakan ternak tetap bebas PPN. Sebab, pengenaan PPN akan memberatkan produsen maupun konsumen. Dalam Undang-Undang Nomor 18/ 2012 tentang Pangan disebutkan, bahan baku yang bersifat strategis bebas PPN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News