Reporter: Herlina KD | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Penghentian ekspor sapi bakalan oleh Australia diharapkan bisa menggenjot harga sapi di tingkat peternak lokal. Pasalnya, selama ini harga sapi lokal lebih rendah ketimbang harga sapi bakalan impor.
Menteri Pertanian Suswono mengakui, selama ini harga sapi bakalan lokal di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur memang lebih murah ketimbang sapi bakalan impor. Menurutnya, harga sapi bakalan lokal masih di bawah Rp 20.000 per kg bobot hidup. Bahkan, di pelosok NTB harga sapi bakalan lokal hanya Rp 16.000 per kg bobot hidup.
Ia menambahkan, ada dua kemungkinan penyebab rendahnya harga sapi bakalan lokal ini. Pertama, karena ada kelebihan pasokan sapi di dalam negeri. Kedua, "Ada permainan harga oleh tengkulak atau blantik. Ini yang akan kita telusuri," ujar Suswono Selasa (14/6).
Rendahnya harga sapi bakalan lokal ini juga dibenarkan oleh peternak sapi. Baru-baru ini, Ketua Forum Peternak Budidaya Penggemukan Sapi Jawa Barat Yudi Guntara Noor mengatakan, harga sapi bakalan lokal di Jawa Barat hanya sekitar Rp 22.000 per kg bobot hidup. Padahal, tahun lalu harga sapi bakalan lokal masih Rp 24.000 per kg bobot hidup.
Suswono berharap, harga jatuh di tingkat peternak karena banyaknya populasi sapi. "Sehingga harga sapi bisa terdongkrak," ujar Suswono. Ia optimistis, pemanfaatan sapi lokal untuk mengisi pasokan selama penghentian sementara ekspor sapi bakalan oleh Australia bisa membuat harga sapi lokal di tingkat peternak bisa membaik.
Ia bilang, saat ini Kementan sudah mendorong Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI) untuk menggandeng peternak sapi langsung dalam pengadaan pasokan daging sapi. Suswono bilang, kerjasama ini sudah dilakukan di Jawa Timur dan akan dikembangkan di Jawa Tengah dan DIY. Hasilnya, "Harga sapi lokal di Jatim sudah naik menjadi Rp 24.000 per kg bobot hidup," jelasnya.
Tunggu kesepakatan standar RPH
Sementara itu, saat ini Indonesia masih menunggu standardisasi mengenai Rumah Potong Hewan (RPH) yang dilakukan oleh Australia. Suswono bilang, akan ada diskusi antara Australia dan Indonesia mengenai penyusunan standar RPH terkait dengan animal welfare.
Pasalnya, selama ini Australia juga belum memiliki standardisasi mengenai animal welfare yang disepakati secara internasional oleh badan kesehatan hewan internasional (Office Internationale des Epizooties). "setelah ada standar yang sudah disepakati bersama, baru nanti dilakukan peninjauan ke lapangan apakah ada penyimpangan di RPH atau tidak," ungkapnya.
Dalam menyusun standardisasi ini, Indonesia dan Australia akan menerjunkan tim ahlinya secara bersama-sama. Setelah standardisasi disusun dan dilakukan verifikasi, dan ada RPH yang memenuhi syarat, maka suspensi bisa dibuka. "Tapi ini tergantung proses verifikasi," jelasnya.
Meski begitu, Suswono menekankan, secara internal Indonesia juga akan memperketat pengawasan RPH. Suspensi ekspor sapi bakalan dari Australia ini, kata Suswono juga menjadi masukan untuk bisa melakukan pengawasan lebih intensif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News