Reporter: Handoyo |
JAKARTA. Rencana impor 240.000 ton gula mentah atau raw sugar untuk diolah pada Pabrik Gula (PG) disambut positif kalangan produsen. Selain untuk optimalisasi kapasitas PG, pengolahan gula mentah tersebut dapat sekaligus memperkuat stok gula nasional.
Adig Suwandi, General Marketing PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, sekaligus Ketua Kompartemen Manajemen Ikatan Ahli Gula Indinesia (IKAGI) berterus terang, meskipun pelaksanaan impor dan pengolahan gula mentah dilakukan beriringan dengan masa giling tebu petani, hal tersebut tidak akan mempengaruhi kinerja produksi gula dalam negeri.
"Sangat bagus bagi PG mengingat pada 4 periode awal giling (2 bulan) umumnya sulit diperoleh tebu masak," ujar Adig (16/2). Ia melihat, masih belum maksimalnya produksi tebu tersebut akibat belum selesainya program penataan varietas yang tengah dilakukan. Komposisi varietas yang atau perbandingan antara masak awal, tengah, dan akhir idealnya 30-40-30%.
Namun demikian, dalam pelaksanaan impor gula mentah harus ada koordinasi dengan pemerintah provinsi (Pemrov) setempat, seperti Jatim yang sangat berhati-hati dalam menerima kedatangan produk impor.
Tanpa koordinasi dengan pemprov, akan sangat sulit gula mentah dibongkar di pelabuhan, sehingga bila terjadi beda pendapat potensial menimbulkan persoalan baru. Kondisi tersebut harus dimengerti mengingat Jatim merupakan kawasan penghasil gula dengan kontribusi 1,2 juta-1,4 juta ton, sedangkan kebutuhan sekitar 480.000-550.000 ton. "Harus ada penjelasan rasional dan dapat diterima bahwa hasil pengolahan raw sugar dan surplus gula Jatim untuk kepentingan nasional yang lebih luas," tandas Adig.
Adig mencatat, harga gula mentah untuk pengapalan Maret 2012 berkisar US$ 24,49 cent per pound dan importir masih harus membayar bea masuk Rp 550 per kg. Terkait dengan gula mentah tersebut, pemerintah juga harus menjamin bahwa gula rafinasi berbahan baku raw sugar tidak akan masuk pasar eceran. Kalau dibiarkan masuk, akan terjadi persaingan tidak sehat apalagi dalam mengimpor industri gula rafinasi mendapatkan fasilitas keringanan dan pembebasan bea masuk.
Iklim persaingan yang tidak fair harus diakhiri sehingga kebijakan pemisahan gula rafinasi (hanya untuk industri makanan dan minuman) dan gula lokal berbahan baku tebu hanya untuk konsumsi menjadi sangat urgen.
Pengolahan gula
Meskipun impor gula mentah masih dalam bentuk rekomendasi Dewan Gula Indonesia (DGI), namun Andre Vincent Wenas yang merupakan Presiden Direktur Permata Tene, mengusulkan agar importasi dan pengolahan gula mentah dilakukan oleh PG Rafinasi yang telah terbiasa melakukan impor gula mentah di pasar Internasional dan segera memprosesnya menjadi gula siap konsumsi. "Gula mentah masih perlu dicairkan atau proses remelting dahulu, dan alat-alatnya ada di PG Rafinasi," papar Andre (16/2).
Andre menambahkan, PG BUMN merupakan pabrik pengolahan gula berbasis tebu yang dirancang untuk menggiling tebu, bukan mencairkan kembali gula mentah. Proses penggilingan tebu dimulai saat masa panen tebu yakni sekitar bulan Mei-November. Di luar masa giling, PG BUMN berhenti dan masuk proses perawatan.
Sebelumnya Soemitro Samadikoen, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengatakan, impor yang dilakukan oleh pemerintah tersebut menurut Soemitra lantaran kebutuhan gula di wilayah timur sudah sangat mendesak. "Impor ini hanya untuk memenuhi kebutuhan gula di wilayah timur saja," terang Soemitro.
Karena hanya untuk memenuhi kebutuhan gula di wilayah timur, maka wilayah-wilayah seperti di Jawa, Sumatera dan Kalimantan tidak diperkenankan menggunakan gula mentah impor tersebut.
Soemitro mengaku tidak ingin ikut campur secara mendalam terkait pelaksanaan impor dan produksinya. Untuk urusan perusahaan mana yang akan melakukan pemrosesan, Soemitro menyerahkannya kepada pemerintah. Soemitro menegaskan, dalam pelaksanaan importasi harus dilakukan secara bertahap mengikuti perkembangan produksi gula nasional.
Berdasar perhitungan Soemitro, bahan baku gula mentah sebanyak 240.000 ton tersebut akan menghasilkan kurang lebih 220.000 ton gula kristal putih (GKP). Kebutuhan tersebut juga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama satu bulan.
Menteri Pertanian, Suswono mengatakan impor gula mentah tersebut untuk menutupi kekurangan gula sebelum masuknya musim giling tebu bulan Mei nanti. "Kami membutuhkan pasokan gula putih untuk tambahan pasokan gula satu bulan," jelas Suswono.
Perlu diketahui, tahun 2011 lalu, Indonesia mengimpor sekitar 118.129 ton gula putih dari total kuota impor yang diberikan sebanyak 450.000 ton. Data Asosiasi Gula Indonesia (AGI) menyebutkan, Indonesia mengimpor gula dari Thailand (60%), Brasil (20%), dan Australia (10%).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News