Reporter: Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Para importir kedelai yang tergabung dalam Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) membantah bila harga kedelai impor di pasar internasional (CBOT) naik. Sebaliknya, Akindo mengatakan justru harga kedelai dari AS mengalami penurunan. Dengan demikian, pelemahan rupiah terhadap dolar AS dapat diatasi dengan menurunnya harga kedelai impor.
Direktur Eksekutif Akindo Yus'an mengatakan pada Kamis (12/3), harga kedelai impor di pasar tradisional sebesar US$ 9,79 per bushel (satu bushel sekitar 27 kg). Harga tersebut lebih rendah ketimbang harga kedelai pada akhir Februari dan awal Maret 2015 yang bertengger pada angka US$ 10,28 per bushel.
"Jadi tidak benar itu ada kenaikan harga kedelai di pasar internasional, justru yang ada penurunan, sehingga efek pengutan dollar tidak terasa pada harga kedelai," ujar Yus'an kepada KONTAN, Minggu (15/3).
Selain itu, Yus'an membantah bila tataniaga kedelai dalam negeri buruk. Sebaliknya ia justru menilai sistem distribusi kedelai di dalam negeri berjalan lancar sehingga kondisi penguatan dollar AS tidak berdampak signfikan terhadap harga kedelai di dalam negeri.
Menurut Akindo, saat ini harga delivery order (DO) kedelai di tingkat importir berkisar antara Rp 6.650 - Rp 6.800 per kilogram (kg). Harga itu tergantung pasa masing-masing kualitas produknya. Bila ditambah biaya angkut dari gudang ke konsumen plus keuntungan pedagang, maka seyogianya harga jual kedelai eceran sekitar Rp 7.150 - Rp 7.300 per kg. "Harga kedelai tidak akan melebihi Rp 7.500 per kg, tergantung sistem pembayarannya," imbuhnya.
di tingkat pengrajin tahu tempe yang melakukan pembelian melalui koperasi (Kopti) maupun distributor paling tinggi Rp 7.300 per kg. Menurut perhitungan Akindo, perajin tahu tempe menyerap sekitar 80%-90% kedelai impor. Kendati begitu, Akindo mengakui kalau harga kedelai eceran di pasar tradisional dengan pembelian di bawah 10 kg bisa mencapai Rp 11.000 per kg atau lebih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News