Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) tengah mengejar penyelesaian divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Maklum saja, perusahaan plat merah ini menargetkan proses divestasi bisa selesai pada semester 2 2018
Head of Corporate Communications Inalum, Rendi Achmad Witular cukup optimis target tersebut bisa tercapai. Ini lantaran persoalan terbesar yaitu masalah harga dan struktur transaksi telah diselesaikan melalui penandatanganan Head of Agreement (HOA) pada 12 Juli 2018.
"Targetnya kami maunya secepatnya, harus tahun ini. Ini karena tidak ada lagi perbedaan yang mendasar, yang besar, antara Freeport dan Inalum karena komponen yang terberat dan tersulit sudah dilalui, yaitu harga dan struktur transaksi, yang tertuang di HOA," jelas Rendi kepada Kontan, Rabu (25/7).
Saat ini, Inalum tengah menyelesaikan seluruh proses divestasi secara pararel. Inalum juga dibantu pemerintah untuk menyelesaikan proses yang terkait regulasi.
Jika tidak aral melintang, konversi saham Freeport Indonesia sebesar 51% ke Inalum bisa terjadi pada semester 2 2018 ini. Menurut Rendi, penyelesaian divestasi pada tahun ini memang penting.
Rendi bilang Inalum tidak menunggu selesainya kontrak Rio Tinto pada 2022 karena saat ini dibutuhkan keputusan dan kepastian untuk investasi di tambah bawah tanah yang ada di Grassberg.
Jika divestasi baru dilakukan pada 2022, maka tidak ada lagi investasi di Grasberg dan PTFI pun kemungkinan besar tidak akan beroperasi sama sekali karena produksi tambang di atas tanah sudah menurun.
"Belum ada kepastian kalau baru dilakukan 2022. Sehingga tambang itu tidak beroperasi sama sekali. Jadi kenapa sekarang agar ada kepastian untuk investasi di tambang bawah tanah dan itu (investasi) besar karena tambang di atas tanah habis, potensi besar di bawah tanah,"jelasnya.
Selain itu, Rendi juga menyebut jika divestasi baru dilakukan pada 2022, maka diproyeksi akan ada gangguan ekonomi di Papua karena investasi terhenti. "Ada isu keseinambungan, takutnya ekonomi papua terganggu,"imbuh Rendi.
Makanya Inalum mempercepat divestasi di tahun ini demi kepastian investasi bawah tanah. Selain itu juga demi produksi PTFI tetap berjalan.
"Kami perlu ada kepastian saat ini ditambang bawah tanah. Begitu ada kepastian sekarang langsung dieksekusi sehingga produksi normal. Kalau tunda keputusan hingga 2022, berarti investasi 2022, baru bisa produksi 2025, berarti dari tahun besok hingga 2025 tidak ada aktivitas sama sekali sudah habis," ungkap Rendi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News