Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembelian 51% saham PT Freeport Indonesia (PT FI) oleh PT Indonesia Asahan Aluminum (Inalum) memasuki babak baru. Perusahaan pelat merah ini tinggal selangkah lagi merampungkan proses divestasi. Kuncinya, adalah kesiapan pendanaan.
Pada Kamis (27/9) lalu, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin dengan Chief Executive Officer Freeport-McMoran Inc (FCX) Richard Adkerson telah melakukan penandatangan lanjutan setelah Head of Agreement (HoA) pada 12 Juli 2018 lalu. Menurut Budi, penandatanganan kali ini terkait soal perjanjian divestasi PTFI, shareholders agreement atau perjanjian kesepakatan antara pemegang saham, dan Sales and Purchase Agreement (SPA) mengenai pembelian 40% participating interest (PI) Rio Tinto.
Budi meyakinkan, ini adalah penandatanganan terakhir dari kesepakatan soal divestasi. Namun, untuk bisa secara resmi mengambil 51% saham PTFI, Inalum masih harus terlebih dulu melunasi pembayaran dengan harga yang telah disepakati dalam HoA.
Besarannya sejumlah US$ 3,85 miliar atau sekitar Rp 56 triliun. Rinciannya, US$ 3,5 miliar untuk membeli participating interest (PI) 40% milik Rio Tinto dan US$ 350 juta guna mengakuisisi 9,36% saham milik Indocopper Investama. “Ini tanda tangan terakhir, tidak ada lagi perjanjian lain yang kami tanda tangani,” kata Budi selepas penandatangan.
Budi bilang, ada deadline selama enam bulan sejak penandatanganan. Namun, ia optimistis bisa melunasi pembayaran pada bulan November mendatang.
“Bayar langsung. Pendanaan akan dibantu oleh sindikasi perbankan, paling lambat bulan November dana itu tersedia,” imbuhnya.
Sindikasi perbankan itu terdiri dari 11 bank asing. Sayang, Budi masih enggan untuk membuka lebih jauh soal pinjaman dari sindikasi perbankan asing tersebut. "Kami tak bisa kasih tahu nama banknya sampai transaksinya selesai," kata Budi.
Dikonfirmasi terpisah, Head of Corporate Communications Inalum Rendi A. Witular pun masih irit bicara soal pendanaan ini. Rendi masih enggan berkomentar soal besaran bunga, skema pinjaman dan lama pengembalian. “Itu nggak bisa comment. Soal jumlah dan nama banknya, nggak bisa comment juga,” katanya saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Sabtu (29/9).
Hanya saja, Rendi memastikan bahwa dalam peminjaman ini tidak ada jaminan asset atau saham dari Inalum. Alasannya, tambah Rendi, sejumlah bank yang memberikan pinjaman tersebut melihat positif terhadap potensi bisnis PTFI, serta menilai murah harga yang dibayar Inalum untuk divestasi ini.
“Karena bank melihat potensi bisnis Freeport Indonesia itu bagus dan harga yangg dibayar Inalum untuk (divestasi) saham ini sangat murah. Jadi bank percaya Inalum, Kalau nggak percaya, nggak akan kasih pinjaman,” jelasnya.
Terkait soal pendanaan dari bank asing, Rendi bilang, hal ini menyangkut soal upaya dalam menjaga stabilitas kurs rupiah, dan bunga yang lebih kompetitif. Untuk menjawab kekhawatiran soal pinjaman bank yang berasal dari negara China, Rendi meyakinkan bahwa dalam sindikasi perbankan ini tidak ada yang berasal dari negara tersebut. “Tidak ada bank dari China karena bunganya nggak kompetitif untuk dollar,” ujarnya.
Sedangkan untuk pengembalian pinjaman, Inalum pun membuka kemungkinan untuk menerbitkan surat utang global atau global bond. Meski belum membuka detailnya, namun Budi bilang, global bond tersebut akan diterbitkan di Singapura. “Terbuka kemungkinan dengan bond di Singapura,” katanya.
Hal itu juga ditegaskan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Tapi, Rini pun masih belum memberikan penjelasan secara detail. “Nanti kalau mau refinance jangka panjang mungkin akan keluarkan bond. Pada saat sekarang adalah sindikasi dari bank asing,” ungkap Rini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News