kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Indef: Harus uji publik soal aturan penerimaan batubara


Minggu, 18 November 2018 / 19:37 WIB
Indef: Harus uji publik soal aturan penerimaan batubara
ILUSTRASI. Bongkar muat batu bara dari kapal ke truk


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta berhati-hati dalam mengeluarkan peraturan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi bidang usaha batubara. Termasuk dengan tidak gampang mengobral insentif pajak di tengah tahun politik yang saat ini sedang bergulir.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menekankan, aturan yang tengah disusun oleh pemerintah itu harus sesuai dengan mandat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (minerba). Yakni untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor Sumber Daya Alam (SDA) yang terbarukan ini.

“Mandat utama dari UU minerba adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor ini yaitu melalui mekanisme tarif prevailing atau sesuai kebutuhan negara saat ini, di tengah tax ratio yang sangat rendah yaitu 10%-11%,” kata Abra kepada Kontan.co.id, Minggu (18/11).

Menurut Abra, dengan cadangan batubara Indonesia yang tinggal sekitar 69 tahun lagi, penerimaan negara dari pertambangan batubara mutlak harus dioptimalkan. Apalagi, kinerja sektor ini berkontribusi besar dalam penerimaan PPh Badan yang bertumbuh 23,3% atau per Agustus 2018 mencapai Rp. 154,6 triliun.

Adapun, sebagaimana yang telah diberitakan Kontan.co.id, saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pajak dan PNBP batubara tengah dibahas oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM. Dalam usulan RPP tersebut, disebutkan bahwa pemegang kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) akan dikenai PPh Badan sebesar 25% dari sebelumnya 45%.

Namun, tarif pungutan Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) naik menjadi 15% dari posisi saat ini sebesar 13,5%. Selain itu, ada juga tambahan PNBP untuk pemerintah pusat dan daerah yang totalnya 10% dari laba bersih, dengan besaran 4% untuk pusat, dan 6% untuk daerah. Secara umum, total pungutan pajak dan PNBPdi beleid baru ini lebih rendah 8,5% dari aturan yang ada saat ini.

Karenanya, menurut Abra, pemerintah harus terlebih dulu melakukan uji publik dan menyampaikan simulasi perhitungan tentang besaran dan komposisi penerimaan negara dari PPh Badan, DHPB, dan PNBP tersebut.

Abra pun mengingatkan, jangan sampai ada kesan bahwa di tahun politik ini pemerintah malah semakin mengobral insentif pajak untuk segelintir kelompok bisnis tertentu sehingga meminggirkan kepentingan yang lebih luas, yakni hak publik untuk pemanfaatan pajak dari sektor SDA yang tak terbarukan ini. “Sehingga publik betul-betul yakin bahwa aturan pajak tersebut tidak bersifat politis semata,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×