Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indika Energy Tbk (INDY) menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$ 193 juta untuk tahun 2022. Jumlah tersebut naik dari alokasi capex INDY di tahun lalu yang ada di kisaran US$ 124,8 juta.
Head of Corporate Communications Indika Energy Ricky Fernando mengatakan, sebagian besar capex dialokasikan untuk anak usaha INDY, yakni PT Petrosea Tbk (PTRO).
Capex juga dialokasikan untuk Masmindo Dwi Area (pertambangan emas) dan juga bisnis INDY di segmen energi baru terbarukan (EBT), yakni Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS) di segmen energi surya dan PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI) di segmen kendaraan listrik.
“Sumber pembiayaan berasal dari kas internal dan pinjaman bank,” terang Ricky kepada Kontan.co.id, Jumat (21/1).
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham INCO, BRMS, INDY, ELSA, SMRA Untuk Hari Ini (20/1)
INDY terus menggenjot bisnis EBT usai melepas kepemilikannya di PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS). EMITS saat ini berfokus mengembangkan energi surya untuk sektor komersial dan industri.
Ricky menyebut, EMITS telah menandatangani kemitraan untuk mengembangkan green port atau pelabuhan berkelanjutan di Pelabuhan Sabang, Aceh, serta Pelabuhan Krakatau International di Banten.
Selain itu, pada tahun lalu, EMITS juga menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) pembangunan instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk perusahaan-perusahaan lainnya.
Sebelumnya, pada Oktober 2021, emiten yang dinakhodai Arsjad Rasjid ini telah merampungkan penjualan seluruh kepemilikannya di MBSS, yakni sebanyak 892,51 juta lembar atau setara 51% saham MBSS.
Penjualan ini dilakukan kepada PT Galley Adhika Arnawama (GAA). Divestasi ini dilakukan INDY dengan harga jual Rp 600 per saham. Dus, transaksi ini bernilai Rp 589,05 miliar atau setara US$ 41,31 juta.
Baca Juga: Hingga Kamis Sore (13/1), Indika Energy (INDY) Tunggu Surat Resmi Ekspor Batubara
Transaksi dilakukan sesuai dengan strategi diversifikasi bisnis Indika. Divestasi juga dilakukan untuk memastikan agar INDY berfokus dalam pelaksanaan kegiatan usaha berkelanjutan.
Divestasi ini tidak terlepas dari strategi bisnis INDY ke depan, dimana INDY memiliki target minimum 50% pendapatan berasal dari sektor non-batubara pada tahun 2025, dan mencapai net-zero pada 2050.
Salah satu pencapaian target tersebut yakni dengan mengurangi eksposur batubara serta mengevaluasi portofolio aset batubara yang dimiliki saat ini.
Meski demikian, INDY tetap berfokus pada bisnis batubaranya saat ini. Ricky mengatakan, INDY telah memasang target produksi sebesar 34 juta ton untuk Kideco Jaya Agung (Kideco) dan PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) sebesar 1,8 juta ton. Jika di akumulasi, jumlah produksi INDY tahun ini mencapai 35,8 juta ton.
Baca Juga: Prospek Saham-Saham Tambang Batubara Pasca Larangan Ekspor Diberlakukan
“Selain itu, kami juga bertujuan untuk mengembangkan proyek-proyek diversifikasi termasuk di bidang pertambangan emas, solusi berbasis alam, serta energi baru dan terbarukan,” sambung Ricky.
Sebelumnya, manajemen INDY menyebut larangan ekspor batubara yang diberlakukan pemerintah dapat memberikan dampak material kepada INDY, terutama untuk anak-anak perusahaan yang memiliki kegiatan usaha utama di bidang batubara.
Namun, saat ini Kideco sudah diperbolehkan untuk melakukan ekspor kembali. “Kami masih mengestimasi dampak larangan ekspor batubara terhadap perusahaan,” kata dia.
INDY pun menaruh harap terhadap prospek batubara. Ricky mengatakan, proyeksi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dapat meningkatkan permintaan dan harga komoditas energi, termasuk batubara.
INDY cukup menikmati kenaikan harga batubara. Per kuartal III-2021, INDY membukukan pendapatan senilai US$ 2,15 miliar. Angka ini naik 43,3% dari pendapatan di tahun sebelumnya di angka US$ 1,50 miliar. Rugi bersih INDY juga menyusut menjadi US$ 5,95 juta, dari sebelumnya mencapai US$ 52,50 juta pada kuartal III-2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News