Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target Indonesia menggunakan energi nuklir sebagai sumber energi listrik pada tahun 2030 atau paling lambat tahun 2032, masih terhambat dengan kemampuan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di dalam negeri.
Menurut Anggota DPR Fraksi PKS sekaligus doktor di bidang nuklir mengatakan, teknologi PLTN pertama Indonesia akan lebih dulu bergantung pada impor, keputusan ini dirasa perlu diambil agar tidak reaktor yang digunakan tidak lagi bersifat eksperimental.
"Yang pertama ini mestilah (teknologi) PLTN impor. Karenanya harus yang teknologinya sudah mapan dan terbukti dengan tingkat keamanan yang tinggi, bukan jenis reaktor yang masih bersifat eksperimental," ungkap dia kepada Kontan, Rabu (23/04).
Selain teknologi, impor juga menjadi pilihan memperoleh bahan-bahan reaktor nuklir atau perangkat yang dirancang untuk memulai dan mengendalikan reaksi berantai nuklir.
"Soal pengadaannya, maka mestilah impor untuk reaktor yang pertama ini. Tinggal skema pendanaannya dicari yang paling ringan untuk Indonesia," kata dia.
Baca Juga: Proyek PLTN Perlu Gandeng Negara Lain
Dari sisi kapasitas daya PLTN pertama, Mulyanto berpendapat agar disesuaikan dengan kebutuhan listrik di dalam negeri.
"Kalau logikanya untuk mengisi base load (operasi beban dasar), kekosongan yang ditinggalkan oleh pembangkit batubara, maka PLTN yang dibangun adalah ukuran standar 1000 MW menjadi pilihan," ungkapnya.
Untuk pengelola, sebagai pembangkit nuklir pertama Mulyanto merekomendasikan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mengelola.
"Ini agar lebih mudah pembelajarannya. Kalau ke depannya, kerjasama dengan pembangkit listrik swasta sangat dimungkinkan," tutupnya.
Sebelumnya penggunaan nuklir dalam rangka transisi energi listrik dari fosil ke energi baru telah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, sekaligus Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN), PLTN pertama Indonesia akan mulai dibangun pada rentang waktu 2030-2032.
"Untuk PLTN itu kita mulai on itu 2030 atau 2032. Jadi mau tidak mau kita harus melakukan persiapan semua regulasi yang terkait dengan PLTN," jelas Bahlil.
Ia juga menekankan bahwa pemanfaatan nuklir sebagai sumber pembangkit listrik harus diimbangi dengan sosialisasi kepada masyarakat secara masif sehingga masyarakat memahami pemanfaatan nuklir.
Dalam catatan Kontan, pihak PLN juga menyebut akan mengejar pengembangan pembangkit listrik yang berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) khususnya pembangkit listrik beban dasar atau base load untuk mempersiapkan larangan operasi PLTU yang tidak boleh beroperasi lebih dari tahun 2050.
Menurut EVP Aneka Energi Terbarukan PLN, Zainal Arifin pembangkit base load yang dipilih antara lain adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
"Untuk pembangkit base load, salah satu yang akan dipilih adalah PLTN, selain PLTP atau Geothermal," ungkap Zainal kepada Kontan, Senin (21/04).
Baca Juga: PLTN Masuk RUPTL 2025-2034, RI Siapkan Proyek Nuklir Pertama Berkapasitas 500 MW
Selanjutnya: Sebanyak 2,08 Juta Wajib Pajak Berhasil Lapor SPT Masa PPn, PPnBM, PPh via Coretax
Menarik Dibaca: 15 Makanan yang Bisa Memicu Kadar Kolesterol Tinggi, Batasi Konsumsinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News