Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pemerintah Indonesia sudah berniat ikut serta dalam kesepakatan kerjasama perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership (TPP). Tetapi, tidak semua setuju, atau masih ada sejumlah pihak yang merasa belum sejalan dengan keuntungan skema tersebut.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, menjelaskan, dengan menjadi anggota TPP, belum tentu Indonesia bisa mendapatkan keleluasan dalam melakukan kegiatan perdagangan. Justru, bisa menciptakan persaingan ketat di antara negara anggotanya.
“Menurut Bank Dunia pada 2014, porsi ekspor manufaktur terhadap total ekspor Negara anggota TPP rata-rata di atas 50 persen, sedangkan porsi ekspor terhadap total ekspor Indonesia masih kecil, yaitu hanya 8,6 persen,” kata Enny dalam acara Focus Group Discussion (FGD) oleh Forwin di Gedung Kemenperin, Rabu (1/6/2016).
Sementara itu, Sekertaris Jenderal Institut Otomotif Indonesia (IOI) Yanuarto Widihandono, menambahkan, Indonesia juga bisa menjadi sasaran impor otomotif karena tidak ada alasan yang kuat bagi investor otomotif untuk melakukan investasi di Tanah Air. Sebab, banyak bahan baku masih diimpor, termasuk baja dan alumunium.
“Sehingga ongkos produksi menjadi besar dan belum adanya teknologi yang bisa memproduksi mobil sesuai dengan permintaan Negara anggota TPP. Jika kondisinya seperti itu, harapan Indonesia memasarkan produk otomotif ke pasar baru akan hilang,” kata Yanuarto di tempat sama.
Nantinya, kata Yanuarto, timbal balik perdagangan juga menjadi tidak seimbang. Ia mencontohan, dengan Jepang dan Korea Selatan, Indonesia bisa mengirim mobil secara utuh (completely built-up/CBU), tetapi kedua Negara itu mampu melakukan ekspor mobil mewah ke Indonesia.
“Jika sudah seperti itu, pasar terbuka lain memang ada seperti Australia dan Selandia Baru, tetapi harus diingat, kedua Negara itu sudah menerapkan standar emisi Euro V bahkan VI, sedangkan Indonesia,” ucap Yanuarto. (Penulis: Aditya Maulana)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News