kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia dalam masalah besar jika tidak menemukan blok migas setara cepu


Selasa, 19 Februari 2019 / 20:02 WIB
Indonesia dalam masalah besar jika tidak menemukan blok migas setara cepu


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Defisit neraca minyak dan gas akan makin besar pada 2025 hingga mencapai puncaknya pada 2050. Ketua Alumni Teknik Geologi ITB, Syamsu Alam mengatakan hingga 2050 kebutuhan migas khususnya minyak secara persentase belum berkurang secara signifikan dan masih akan mencapai 2 juta-3 juta barel per hari (bph).

Tapi jika melihat cadangan Indonesia yang hanya 3,5 bilion BOE atau hanya 0,2% dari cadangan minyak dunia, maka dibutuhkan usaha luar biasa agar produksi nasional bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Kita harus ingat, produksi minyak saat ini 800.000 itu yang 200.000 bph berasal dari Banyu Urip. Kalau tidak ada Banyu Urip, produksi hanya 500.000-an. Kalau tidak menemukan Banyu Urip lainnya, kita akan menghadapi masalah besar nantinya,” ujar Syamsu.

Menurut Nanang Abdul Manaf, Wakil Ketua Alumni Teknik Geologi ITB, berdasarkan neraca sumber energi primer minyak dan gas bumi 2025 dan 2050, pada 2025 akan ada defisit minyak sebesar 1,39 juta bph dan 2.837 juta standar kaki kubik per hari (MMCFD) gas. Defisit akan makin besar pada 2050, yakni 3,82 juta BOPD minyak dan 24.398 MMSCFD gas.

Nanang mengatakan ada beberapa langkah untuk meningkatkan produksi dan menutup defisit pada 2025 dan 2050. Langkah tersebut di antaranya adalah insentif untuk usaha-usaha eksplorasi sebagai antisipasi jangka panjang, percepatan POD/POFD, secondary dan tertiary recovery project (EOR), dan pencarian upside potential di mature field.

“Selain itu perlu mendorong BUMN migas atau perusahaan energi nasional untuk mencari sumber energi di luar Indonesia,” kata Nanang dalam Seminar "Energi Neraca Energi Indonesia, Suatu Tinjauan Kritis Sektor Migas” yang digelar Ikatan Alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung di Jakarta pada Selasa (19/2).

Pemerintah pun putar otak untuk meningkatkan produksi. Salah satunya dengan melakukan eksplorasi. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengatakan saat ini ada dana yang cukup besar untuk eksplorasi, baik dalam maupun luar wilayah kerja minyak dan gas.

Dana tersebut berasal dari komitmen kerja pasti sebesar US$ 2,1 miliar atau sekitar Rp 31,5 triliun. “Ini dana yang bisa digunakan untuk eksplorasi 5-10 tahun ke depan. Dana ini kami harapkan terus bertambah,” ujar Arcandra

Selain dana eksplorasi, pemerintah juga berencana memperbaiki penggunaan data untuk kebutuhan seismik. Data-data untuk eksplorasi ini rencananya akan dibuka bagi perusahaan-perusahaan yang berminat. “Data-data akuisisi akan dibebaskan. Karena selama ini, dana PNBP dari akses data hanya sekitar US$ 1 juta. Jadi kita akan revisi Permen Nomor 27 Tahun 2006,” ungkap Arcandra.

Usul pemerintah ini pun disambut baik oleh para KKKS. Nanang yang juga Presiden Direktur Pertamina EP mengatakan kontraktor saat i i kesulitan untuk melihat data karena harus mendapatkan izin dari SKK Migas dan Direktur Jenderal Migas.

Ketika me dapatkan izin membuka data pun tidak semua data diberikan. Sehingga kontraktor tidak bisa melakukan evakuasi suatu blok secara terintegritas.

Makanya Nanang berharap rencana pembukaan data secara ini bisa segera dirralisasikan. "Kalau ada Permen ini kami buka data tanpa kekhawatiran. Apalagi kan data produksi selalu dinamis, tahun ini beda dengan tahun lalu. KKKS pun berharap ini direalisasikan terutama di ultra field, karena biasanya ada open area yang kecil tapi tidak punya data dan tidak bisa integrasi ke blok migas sebelah,"pungkas Nanang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×