Reporter: Maria Elga Ratri | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Pemerintah optimistis ekspor produk kehutanan ke Eropa akan naik pasca penandatanganan voluntary partnership agreement (VPA) dengan Eropa, 30 September 2013 ini. Bambang Hendroyono, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementrian Kehutanan menghitung, berlakunya VPA itu akan menaikan ekspor produk kehutanan 10%-15%.
"Kami targetkan ada peningkatan sekitar 10%-15%," kata Bambang, Selasa (17/9). Saat ini, nilai rata-rata ekspor produk kayu dan kertas ke Uni Eropa sekitar US$ 1,2 miliar per tahun.
Berdasarkan data Kementrian Kehutanan, hingga Agustus 2013, total nilai ekspor produk kehutanan Indonesia telah mencapai US$ 4,11 miliar.
Sementara ekspor produk kehutanan ke Uni Eropa masih relatif kecil sekitar 9,88% dari keseluruhan nilai ekspor atau sekitar US$ 383,37 juta.
Ekspor paling besar masih didominasi oleh Asia. Pada delapan bulan pertama tahun ini, ekspor produk kehutanan ke negara-negara Asia mencapai US$ 2,95 miliar.
Namun, tidak semua pengusaha optimis dengan adanya VPA tersebut. Beberapa pengusaha khawatir sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) belum diterima sepenuhnya oleh industri di Uni Eropa.
"Saya bertemu beberapa pengusaha importir di London. Mereka masih meragukan kredibilitas SVLK ini," ujar Robianto Koestomo, Kepala Bidang Umum Asosiasi Panel Kayu Indonesia atau Apkindo.
Menurut Robianto, keraguan importir Uni Eropa lebih kepada auditor yang ditunjuk. Karenanya, meskipun Indonesia sepakat dengan Uni Eropa, kesepakatan aitu tidak menghalangi importir di sana untuk menerapkan prinsip kehati-hatian atau melakukan due diligence.
"Sebab importir di sana diberi kewenangan untuk menerapkan aturan sendiri. Soalnya, importir bertanggung jawab sepenuhnya atas produk-produk yang diimpornya," imbuh Robianto.
Jika ada kenaikan ekspor produk kehutanan dari Indonesia, lanjut Robianto, bisa karena importir Uni Eropa mengurangi pembelian dari Malaysia dan China yang terkenal dengan illegal loggingnya. "Lubang-lubang ini yang kemudian diisi oleh Indonesia," kata dia.
Selain Uni Eropa, Bambang bilang, pemerintah juga tengah mengusahakan agar SVLK juga diterima negara-negara Asia, termasuk Jepang dan Korea. "Misalnya ke Korea akan diajukan untuk diakui IK-CEPA (sistem legalitas kayu Korea)," ujar Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News