Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan etanol sebagai campuran dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) telah diterapkan oleh berbagai negara di dunia.
Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi beberapa negara di dunia telah mencapai E10 dan E20 atau campuran 10% hingga 20% etanol dalam BBM.
Adapun, Brazil sebagai penghasil etanol kedua terbesar di dunia telah menerapkan kendaraan bahan bakar fleksibel (flex-fuel) menggunakan BBM yang dapat dicampur dengan etanol, memungkinkan mobil untuk menggunakan bensin, etanol, atau campuran keduanya.
"Negara lain udah banyak (menggunakan etanol). Di petanya itu Amerika sudah E20, Brazil sudah fleksi (flex-fuel) ya, tapi kebijakan, kalau nggak salah E35 sama E100, tapi baseline-nya E35," ungkap Eniya saat ditemui usai agenda usai ditemui di agenda Indonesia Energy Transition Dialogue 2025, di Jakarta, Senin (06/10/2025).
Baca Juga: Kementerian ESDM: Perpres Pengolahan Sampah Jadi Listrik Terbit Pekan Ini
"Terus kayak Thailand E20, India juga E20, terus yang Eropa-Eropa sudah E10 semua itu," tambah Eniya.
Adapun di Indonesia saat ini penggunaan etanol dalam BBM telah mencapai 5% yang diterapkan dalam penggunaan bioetanol B5.
Eniya menambahkan, saat ini Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mendorong peningkatan penggunaan etanol dalam bauran BBM.
"Pak Menteri malah mendorong lebih besar," tambahnya.
Adapun, Eniya bilang saat ini teknis terkait kemampuan mesin di Indonesia telah siap menerima campuran E20 atau 20% etanol dalam BBM.
"Secara teknis ya, secara teknis itu maksimal bisa 20%, secara teknis engine-nya. Iya, kemampuan mesin," kata dia.
Tak hanya soal kemampuan mesin, menurut dia, Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang sebagai terminal BBM yang memasok 20% kebutuhan harian BBM di Indonesia juga telah mendukung adanya blending atau proses pencampuran BBM dengan etanol.
"Sama kemampuan blending. Saya pernah lihat di Pelumpang, itu bisa blending sampai 20%," jelas Eniya.
Adapun, untuk mendukung kebutuhan etanol dalam negeri Kementerian ESDM tengah menargetkan pabrik bioetanol di Merauke, Papua Selatan mulai berproduksi pada tahun 2027.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengungkapkan, saat ini pemerintah tengah memfokuskan konsolidasi untuk pembangunan pabrik bioetanol tersebut. Proyek ini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan domestik akan energi baru terbarukan, khususnya bahan bakar nabati seperti biodiesel dan bioetanol.
"Jadi, untuk bioetanol ini kita akan ada percepatan pembangunan, itu khususnya di Merauke, Papua Selatan. Jadi, kita harapkan tahun 2027 sudah akan berproduksi biodiesel yang ada di Merauke, Papua Selatan," kata Yuliot di Kementerian ESDM, beberapa waktu lalu.
Saat ini Kementerian ESDM juga masih menunggu restu dari Kementerian Perindustrian terkait dengan kepastian kapasitas produksi bioetanol dari pabrik Merauke.
Dan karena berkaitan dengan pembebasan cukai penggunaan etanol untuk energi, Kementerian ESDM juga masih menunggu persetujuan lebih lanjut dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Saya sudah membahas dengan Kementerian Keuangan. Kalau Kementerian Keuangan untuk bahan bakar itu tidak dikenakan cukai. Tetapi berdasarkan IUI (Izin Usaha Industri)-nya per titik itu harus ada izin dari Kementerian Perindustrian," ungkap Eniya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Tengah Verifikasi 34.000 Sumur Rakyat, Tutup Pengajuan Baru
Selanjutnya: Harga Bitcoin Diprediksi Tembus US$150.000, Analis: Kenaikan Besar Baru Dimulai
Menarik Dibaca: 5 Makanan yang Mengurangi Risiko Penurunan Kognitif Setelah Usia 55 Tahun, Apa Saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News