kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia Targetkan Ketergantungan Bahan Baku Obat Impor Turun Hingga 20% di 2026


Kamis, 02 Juni 2022 / 15:46 WIB
Indonesia Targetkan Ketergantungan Bahan Baku Obat Impor Turun Hingga 20% di 2026
ILUSTRASI. Proses produksi obat. KONTAN/Baihaki/2/5/2011


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia masih bergantung pada impor untuk pemenuhan bahan baku obat (BBO). Sekitar 90% pemenuhan BBO diperoleh dari pasokan negara lain.

Direktur Utama Holding BUMN Farmasi Honesti Basyir mengatakan, selain itu berdasarkan data produk yang tayang di e-katalog, sekitar 34,7% merupakan produk impor, yang didominasi oleh produk-produk inovatif.

Pihaknya kini telah memiliki roadmap untuk menurunkan ketergantungan Indonesia terhadap BBO impor. Dalam peta jalan tersebut, 24 bahan baku obat ditargetkan dapat diproduksi di dalam negeri. Dimana saat ini sudah 12 BBO yang diproduksi di Indonesia. Langkah ini juga sesuai amanah Inpres No 2 tahun 2022 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.

Kondisi pandemi yang terkendali dan apabila pandemi telah dicabut dan kembali ke kondisi normal. Honesti berharap menjadi jalan Indonesia untuk mengejar ketertinggalan di industri farmasi.

Baca Juga: Menkes Budi Gunadi Dorong Industri Farmasi Kembangkan Obat-obatan Berbasis Plasma

“Kalau sekarang kita masih impor sekitar 90% dengan adanya industri yang seperti ini, terutama di group kami saja bisa mengurangi sampai 20% kebergantungan bahan baku obat. Ini target kita ini sudah ada di roadmap yang kita buat hingga 2026," jelasnya dalam Kick Off Fasilitasi Change Source Penggunaan Bahan Baku Obat Dalam Negeri, Kamis (2/6).

Meski demikian Honesti tak memungkiri bahwa, untuk mencapai 0% kebergantungan pada BBO impor cukup sulit. Hal tersebut lantaran, harus ada perbaikan pada industri hulu yaitu kimia dasar. Untuk mencapai target tersebut, Honesti Baasyir mengharapkan dukungan pemerintah dari sisi regulasi yang lebih mudah.

“Kami yakin dengan dukungan pemerintah seperti Kementerian Kesehatan, kita bisa menyatukan tekad kita untuk saling mendukung dengan menyesuaikan regulasi, sehingga kami bisa melakukan produksi lebih cepat dan bersaing dengan impor. Karena dengan skala ekonomi yang terbatas, tentunya kita belum bisa bersaing full dengan impor,” harapnya.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Rizka Andalucia mengungkapkan, proses tahapan yang harus dilalui industri farmasi ketika melakukan perubahan bahan baku dari impor ke bahan baku dalam negeri cukup panjang. Hal tersebut yang menjadi salah satu tantangan dalam peningkatan penggunaan bahan baku obat dalam negeri.

Oleh karenanya, untuk percepatan penggunaan bahan baku obat produksi dalam negeri pemerintah mendampingi industri farmasi, dalam melakukan change source bahan baku obat dari produk impor menjadi bahan baku obat dalam negeri.

Baca Juga: Menkes Minta 50% Hulu Hilir Kebutuhan Obat Dipenuhi dari Dalam Negeri

"Pelaksanaan change source ini telah kami mulai dari tahun 2021 dengan melakukan koordinasi antara Kementerian, Lembaga dan juga industri farmasi bahan baku obat dengan industri farmasi formulasi. Kami juga melakukan konsultasi dengan badan pengawas obat dan makanan (BPOM) sebagai regulator," kata Rizka.

Harapannya hasil change source selesai pada September 2022, untuk selanjutnya dimasukkan ke e-katalog sektoral, kemudian dimanfaatkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada pelaksanaannya, change source mendapatkan respon yang baik dari industri farmasi di Tanah Air. Beberapa industri farmasi yang telah menyampaikan komitmennya untuk mengganti bahan baku obat impor menjadi bahan baku obat dalam negeri.

Diantaranya PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia, PT Veron Pharmaceutical, PT Daewoong Infion, PTKalbio Global Medika, PT Kimia Farma, PT Dexa Medica, PT Kalbe Farma, PT Otto Pharmaceutical, PT Meprofarm, PT Pertiwi Agung, PT Novel Pharmaceutical Laboratoris, PT Phapros, PT Lapi Laboratories, dan PT Dipa Pharmalas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×