kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.260.000   -26.000   -1,14%
  • USD/IDR 16.735   13,00   0,08%
  • IDX 8.319   76,61   0,93%
  • KOMPAS100 1.160   10,25   0,89%
  • LQ45 847   5,05   0,60%
  • ISSI 287   1,55   0,54%
  • IDX30 445   4,14   0,94%
  • IDXHIDIV20 511   0,49   0,10%
  • IDX80 130   1,17   0,90%
  • IDXV30 136   0,08   0,06%
  • IDXQ30 142   0,93   0,66%

Industri Alkes Belum Rasakan Dampak Kenaikan PMI Manufaktur


Senin, 03 November 2025 / 19:41 WIB
Industri Alkes Belum Rasakan Dampak Kenaikan PMI Manufaktur
ILUSTRASI. Karyawan melayani pengunjung di pameran kesehatan Indonesia International Hospital Expo ke-36, JCC Senayan, Jakarta, Rabu (16/10/2024). Pameran industri kesehatan dan rumah sakit (RS) terbesar di Asia Tenggara menampilkan peralatan anestesi, peralatan laboratorium klinis dan reagen, consumables, peralatan gigi, alat diagnosis, alat sekali pakai, peralatan tindakan gawat darurat, endoscopy, dan bronchoscopy, ambulan./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/16/10/2024.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober belum sepenuhnya dirasakan oleh industri alat kesehatan (alkes).

Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI) mencatat, utilisasi pabrik alkes dalam negeri masih rendah di tengah penurunan belanja pemerintah dan meningkatnya tekanan produk impor.

Meski PMI manufaktur Indonesia kembali mencatatkan level ekspansi, pelaku industri menilai tren tersebut belum tercermin dalam kinerja sektor alat kesehatan nasional.

Baca Juga: Tempat Tidur Rumah Sakit Bermerek dari Ceko, Kini Diproduksi Pabrikan Lokal

Sekretaris Jenderal ASPAKI Erwin Hermanto mengatakan, industri alkes dalam negeri masih menghadapi tekanan berat akibat efisiensi belanja pemerintah  yang selama ini menjadi pasar utama produk alat kesehatan lokal.

“Industri alat kesehatan dalam negeri menghadapi tantangan cukup berat karena adanya efisiensi belanja pemerintah, mengingat pasar alkes masih sangat bergantung pada pengadaan pemerintah,” ujar Erwin kepada Kontan.co.id, Senin (3/11/2025).

Menurut dia, kebijakan resentralisasi anggaran dari pemerintah daerah ke pusat turut mempersempit pasar dan menekan pemerataan permintaan di berbagai wilayah.

“Efisiensi dan resentralisasi belanja dari daerah ke pusat berdampak negatif terhadap industri. Saat ini utilisasi pabrik alkes rata-rata berada di bawah 40%,” jelasnya.

Baca Juga: Kadin Optimistis Ekspansi Manufaktur Berlanjut hingga Akhir 2025

Erwin menambahkan, sejumlah produsen berada di ambang penutupan dan berpotensi melakukan pengurangan tenaga kerja akibat rendahnya permintaan.

Dari sisi produk, tren barang medis habis pakai (BMHP) masih relatif stabil, namun margin terus tertekan.

Sementara itu, permintaan alat kesehatan nonhabis pakai justru menurun tajam di seluruh segmen, baik pemerintah maupun swasta.

“Permintaan alat kesehatan menurun drastis di semua sektor,” ujarnya.

Selain permintaan yang melemah, persaingan dengan produk impor berharga murah, terutama dari Tiongkok, semakin memperburuk situasi industri alkes domestik.

Baca Juga: Menperin: Ekspansi PMI Manufaktur Sebagai Second Indicator Positif Bagi Industri

“Pola belanja kini lebih menitikberatkan pada harga dibanding kualitas. Ditambah lagi kebijakan perdagangan yang cenderung menguntungkan impor, kondisi ini semakin memojokkan produk dalam negeri,” jelas Erwin.

ASPAKI khawatir, jika kondisi ini berlarut, pengembangan industri alat kesehatan nasional akan terhambat dan mengurangi minat investasi baru di sektor ini.

“Tanpa jaminan pasar dan dukungan kebijakan yang kuat dari pemerintah, industri alat kesehatan nasional akan sulit berkembang,” tegasnya.

Selanjutnya: Geely Dikabarkan Bakal Gunakan Pabrik General Motors di China untuk Produksi EV

Menarik Dibaca: Bisa Serang Siapa Saja, Begini Cara Mencegah RSV

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×