Reporter: Agung Hidayat | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan cukai dan pengadaan cukai baru menghantui beberapa sektor manufaktur. Pemerintah dikabarkan tengah menggodok beberapa regulasi terkait hal tersebut.
Sebut saja wacana Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang mengkaji menaikkan tarif cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) atau minuman keras (miras) pada tahun ini. Lalu ada pula soal keputusan kenaikan cukai rokok yang kemungkinan bakal segera terbit di tahun ini.
Bagi kalangan industri minuman beralkohol (minol), secara langsung kenaikan cukai pasti berdampak bagi bisnisnya. "Kenaikan cukai malah membuat penjualan (minol) turun," terang Ronny Titiheruw, Anggota Komite Eksekutif Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) kepada Kontan.co.id, Rabu (30/5).
Menurut Ronny, cukai pasti menyebabkan kenaikan harga jual. "Dimana penyesuaian harga pasti dilakukan," ujarnya.
Jika hal tersebut terjadi bukan hanya pebisnis minol yang merugi karena konsumsi yang turun, namun juga pendapatan pajak negara. "Sehingga kenaikan cukai malah dapat menurunkan potensi pendapatan cukai pemerintah dari minol," kata Ronny.
Meski demikian, sampai saat ini GIMMI mengaku belum mendapatkan informasi resmi terbaru soal kenaikan cukai. Yang jelas kenaikan tersebut dirasa semakin memberatkan. Ronny yang juga menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) juga bilang saat ini iklim usaha minol semakin dibatasi dengan Permendag 6/2015 yang melarang penjualan bir di minimarket dan pengecer lainnya.
Sementara itu bagi Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), kenaikan cukai bakal berefek pada penurunan pasar dan volume produksi masing-masing sebesar 1% dan 1,5%. Ketua Gappri Ismanu Soemiran menyatakan, naiknya cukai bakal diikuti naiknya harga rokok.
Akibat kenaikan cukai rokok tersebut juga berimbas pada penurunan aktivitas pabrik. Ismanu menyatakan saat ini pabrik yang aktif berjumlah 100 pabrik dari 600 pabrik yang memiliki izin. "Pabrik itu seminggu hanya dua sampai tiga kali beroperasi," ujarnya.
Melihat kondisi industri rokok seperti ini, kalangan industri rokok berharap pemerintah lebih berhati-hati dalam menetapkan kenaikan tarif cukai pada 2019. Menurut asosiasi, selain rokok, masih banyak komoditas lain yang bisa berkontribusi bagi pemasukan negara melalui pengenaan cukai.
Di sisi lain, pemerintah berencana menerapkan cukai baru kepada produk vape dan kantong plastik. Untuk plastik misalnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono menilai keberadaan cukai plastik akan memberatkan industri dalam negeri.
Disamping itu, cukai dipercaya bakal memicu pertumbuhan impor plastik di Indonesia. "Sebab ini berbarengan dengan peraturan post border impor, dengan post tarif tersebut tentu produk impor gampang masuk," ujar Fajar.
Harga impor yang cenderung murah, kemungkinan bakal menggerus industri dalam negeri. "Industri dalam negeri bisa down, padahal permintaan sedang tinggi-tingginya, maka permintaan tersebut berpeluang diisi oleh produk impor," urai Fajar.
Ia menambahkan, jika permintaan diisi oleh produk impor maka daya beli dapat menurun dan inflasi bakal muncul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News