Reporter: Havid Vebri,Hikmah Yanti | Editor: Test Test
JAKARTA. Produsen biodiesel mulai bangkit lagi. Satu persatu pebisnis biodiesel yang sempat nyaris bangkrut kembali berproduksi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, produsen biodiesel kembali bergairah mengolah minyak sawit karena harga biodiesel mulai mampu bersaing dengan harga solar. "Harga jual biodiesel mulai kompetitif. Tapi untuk perkembangan harga terakhir saya belum tahu, yang jelas produk mulai dilirik konsumen," kata Paulus, Rabu (17/9).
Paulus bilang, hinga saat ini sudah dua perusahaan yang berproduksi lagi. Sebelumnya, dua perusahaan ini sempat berhenti produksi. Tepatnya sekitar pertengahan tahun 2007. Kedua perusahaan kembali bangkit setelah mendapat pembeli dari luar negeri. "Saat tutup mereka mengumpulkan modal, nah, pas harga biodiesel agak bagus mereka langsung produksi lagi," ucapnya.
Patut diketahui, kedua perusahaan itu sempat kolaps lantaran harga jual biodiesel lebih murah dibanding harga bahan baku minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). "Bukan hanya dua perusahaan yang saat itu berhenti produksi. Tapi ada lima perusahaan," jelas Paulus.
Berbeda dengan dua perusahaan yang sudah bangkit, tiga perusahaan ini masih belum berproduksi lagi. Menurut Paulus, dua perusahaan yang sudah produksi itu berada di Bekasi, Jawa Barat. Sayang, Paulus merahasiakan identitas kedua perusahaan itu.
Namun, sumber KONTAN membisikkan, satu di antara dua perusahaan itu adalah PT Sumi Asih. Produsen biodiesel ini sudah berhenti sejak Agustus 2007. Sumi Asih adalah produsen terbesar ketiga di Indonesia dengan kapasitas 100.000 ton per tahun. Hingga berita ini diturunkan, Kontan belum berhasil menghubungi Presiden Direktur Sumi Asih Alexius Darmadi.
Semaraknya lagi industri ini tidak ditandai bangkitnya dua perusahan itu saja. Paulus bilang, pada bulan Oktober ini akan ada satu perusahaan biodiesel baru yang akan mulai uji coba produksi. Lagi-lagi ia merahasiakan identitas perusahaan ini. "Yang jelas, kapasitas produksinya sekitar 350.000 ton," imbuhnya.
Menurut Paulus, industri ini akan lebih semarak bila kewajiban (mandatory) menggunakan bahan bakar nabati (BBN) resmi diterapkan. Ia memastikan, banyak bermunculan investor baru di sektor ini. "Hingga sekarang banyak yang masih melihat dan menunggu realisasi mendatory BBN itu," ujarnya.