kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Industri biskuit kesulitan mendaftarkan produk


Senin, 23 Agustus 2010 / 15:04 WIB
Industri biskuit kesulitan mendaftarkan produk


Reporter: Asnil Bambani Amri |

JAKARTA. Ketua Asosiasi Roti dan Biskuit Indonesia (Arobim) Sribugo Suratmo mengaku kesulitan untuk mendapatkan izin register MD (merek dalam negeri) untuk beberapa produk biskuit Badan Pengawas Badan Obat dan Makanan (BPOM). Diantara produk yang disebutkan tidak bisa mendapatkan kode izin edar tersebut adalah biskuit jenis “digestive” dan biskuit “pie”.

“Kami sudah mendaftarkannya tetapi di tolak oleh BPOM dengan alasan belum ada standarnya,” kata Sribugo dalam koneferensi pers yang dilakukan di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta, Senin (23/8).

Ia menyebutkan, akibat tidak mendapatkan kode register yang menjadi syarat edar itu membuat industri biskuit merugi karena tidak bisa mengedarkan produk jenis biskuit jenis digestive atau pie ke pasar.

Sementara itu, pasar biskuit “digestive” dan “pie” tersebut akhirnya diambil oleh produsen asing yang diimpor ke Indonesia. Sribugo menyebutkan, dalam peredarannya beberapa biskuit yang mengalami kenaikan impor tersebut diduga tidak sesuai dengan aturan pemerintah terutama ketentuan wajib label berbahasa Indonesia dan ketentuan wajib mencantumkan informasi pada produknya. “Impoer terbanyak itu masuk dari pelabuhan Tanjung Emas, Semarang,” katanya.

Saat ini, pasar biskuit “digestive” dan “pie” akhirnya diambil alih oleh produk impor, sementara industri dalam negeri menurut Sribugo tidak kebagian kue pasarnya karena tidak boleh beredar. Menurutnya, lambatnya kinerja BPOM tersebut membuat industri di dalam negeri kesulitan untuk tumbuh.

“Sementara pengawasan juga kurang dilakukan terutama pengawasan terhadap label bahasa Indonesia dan juga informasi penting lainnya,” kata Sribugo.

Ia heran, kenapa banyak produk makanan dan minuman yang secara teknis kebijakan tidak sesuai dengan aturan tetapi banyak yang bisa lolos masuk ke Indonesia. Padahal, kebijakan untuk memberikan informasi yang jelas kepada konsumen sudah diatur dalam UU Perlindungan konsumen maupun aturan setingkat menteri dan juga Peraturan Pemerintah (PP) seperti PP 69 tentang label dan iklan pangan.

Hal lain yang membuat industri biskuit sulit untuk bersaing tersebut adalah, kesulitan dalam mendapatkan bahan baku gula rafinasi yang bersumber dari impor. Lambannya keluar kebijakan pemerintah membuat industri biskuit kewalahan mengatur waktu produksi. “Bahkan ada waktu tertentu pabrik berhenti karena gulanya tidak ada,” katanya.

Tahun ini, Sribugo memperkirakan akan terjadi penurunan produksi hingga 20% dibandingkan tahun sebelumnya. Penyebabnya, tidak hanya faktor pasar yang diisi oleh pemain asing tetapi juga masalah pasokan gula, dan yang lebih utama adalah kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang ternyata membuat industri menurunkan kinerjanya.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait


TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×