kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri farmasi berlomba-lomba kembangkan dan produksi obat Covid-19


Kamis, 30 April 2020 / 19:23 WIB
Industri farmasi berlomba-lomba kembangkan dan produksi obat Covid-19
ILUSTRASI. Para pelaku industri farmasi berusaha mengembangkan dan mendistribusikan obat untuk mengatasi penyakit corona.


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Antisipasi wabah penyakit akibat virus corona, para pelaku industri farmasi berusaha mengembangkan dan mendistribusikan obat untuk mengatasi penyakit tersebut. Beberapa jenis obat sempat dilansir Badan Kesehatan Dunia alias WHO untuk penanganan covid-19 ini.

Ferry Soetikno, Pimpinan Dexa Medica Group saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (30/4), mengatakan untuk saat ini pihaknya memang belum ada rencana riset untuk pengembangan obat tersebut. Namun Dexa Medica sudah mendonasikan beberapa jenis obat untuk keperluan rumah sakit dalam menangani pasien Covid-19.

Yakni obat-obatan untuk jenis Hydroxychloroquine 200 mg yang awalnya disiapkan perusahaan 100.000 tablet untuk pengobatan 5.000 pasien, menjadi 200.000 tablet untuk 10.000 pasien COVID-19. Demikian juga donasi tahap ke II yaitu Chloroquin 250 mg, yang awalnya 240.000 tablet untuk 12.000 pasien, akan ditambah menjadi 500.000 tablet untuk 25.000 pasien Covid-19.

Baca Juga: GP Farmasi: Obat corona chloroquine dan hydroxychloroquine hanya cukup sampai Juni

Diharapkan dengan donasi tahap I dan II bisa untuk membantu 35.000 pasien di seluruh Indonesia. Dexa Medica tak merinci lebih lanjut, bagaimana kelanjutan distribusi ini dan seberapa besar potensi penjualannya karena saat ini masih fokus menyuplai kebutuhan darurat tersebut.

Honesti Basyir, Direktur Utama PT Bio Farma mengatakan perusahaan holding farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah mulai memproduksi beberapa jenis obat yang sesuai protokol pengobatan Covid-19. "Oseltamivir diproduksi oleh Indofarma, lalu hydroxychloroquine, chloroquine dan azithromycin yang diproduksi oleh Kimia Farma," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (30/4).

Sayangnya Honesti enggan membeberkan lebih lanjut soal penjualan maupun harga produk tersebut. Sebelumnya di kabarkan anak usaha Bio Farma, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) memang tengah melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap beberapa jenis obat potensial untuk covid-19.

Verdi Budidarmo, Direktur Utama KAEF saat itu mengatakan pengembangan terbilang tidak gampang ditengah pasokan bahan baku obat dalam negeri yang lebih dari 90% berasal dari impor. Untuk jangka pendek ini, perusahaan telah memproduksi dan mendistribusikan 13 juta tablet chloroquine untuk 600 rumah sakit di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Menanti hasil uji klinis produk jamu untuk bantu penyembuhan corona

Sementara itu PT Kalbe Farma (KLBF) telah menggandeng sejumlah mitra strategis baik dalam negeri maupun luar negeri untuk pengembangan riset penanggulangan corona. Vidjongtius, Presiden Direktur KLBF menjelaskan upaya penanggulangan Covid-19 ini membutuhkan banyak kolaborasi dalam negeri maupun luar negeri.

"Mulai dari riset awal, uji klinis, obat, alat kesehatan, herbal, layanan laboratorium dan masih banyak lainnya," jelasnya. Bentuk kerjasama ini tidak hanya transfer teknologi tapi juga kolaborasi untuk produksi obat chloroquine dan hidrosikloroquin, masker medis, serta riset dan alat test kits laboratorium.

Baca Juga: Melihat perjalanan Sinovac mengembangkan vaksin virus corona

Vidjongitus bilang Kalbe akan terus mengupayakan penjajakan bisa didapatkan dalam tahun ini. Selain penjajakan dengan mitra luar negeri, Kalbe Farma juga menggandeng Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Gabungan Pengusaha (GP) Jamu untuk melakukan uji klinis sejumlah jamu untuk Covid-19.

Vidjongitus menjelaskan kerjasama tersebut untuk mengembangkan produk jamu dalam negeri. Hal ini dilaksanakan dengan kolaborasi bersama Akademisi, Bisnis, Government, Community (ABGC) untuk sinergi uji klinis dan mempercepat proses hasilnya. Dalam hal ini Kalbe Farma sebagai pihak yang akan menyiapkan fasilitas produksi untuk calon produknya serta lab risetnya.

Dana yang disiapkan untuk aktivitas riset yang masuk dalam pos research and develpment (R&D) ini akan menggunakan belanja modal atau capital expenditure yang telah disiapkan di awal tahun sebesar Rp 1 triliun. Kata Vidjongtius, aktivitas riset bisa berjalan dalam jangka yang lebih panjang.

Baca Juga: Penjualan Kalbe Farma (KLBF) di kuartal I 2020 tumbuh 8,01%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×