Reporter: Handoyo | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Volume ekspor biji kakao Indonesia sepanjang tahun ini diproyeksikan di bawah 150.000 ton. Jumlah tersebut menyusut 29% dibandingkan realisasi ekspor biji kakao selama 2011.
Ekspor biji kakao menurun lantaran permintaan biji kakao dari industri olahan dalam negeri terus meningkat. Penerapan bea keluar (BK) kakao yang berlaku sejak 2010 ternyata berdampak positif bagi industri pengolahan biji kakao domestik.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Firman Bakri, mengatakan, estimasi ekspor biji kakao Indonesia selama Januari hingga November 2012 baru mencapai 126.231 ton. "Saya kira berat bila ekspor kakao dalam sebulan mencapai lebih dari 20.000 ton," kata Firman, Selasa (4/12).
Melihat kondisi ini, Firman pesimistis volume ekspor biji kakao melampaui realisasi tahun lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume ekspor biji kakao selama 2011 mencapai 210.000 ton, turun 52% dibandingkan ekspor 2009 sebanyak 439.000 ton.
Berdasarkan data Askindo, ekspor biji kakao selama November 2012 mencapai 11.484,02 ton, merosot 58% dibanding November 2011. Tapi ketimbang realisasi ekspor Oktober 2012 sebanyak 9.250 ton, maka realisasi ekspor November 2012 meningkat 24%.
Dengan pasokan yang cukup, jelas industri pengolahan biji kakao pun tumbuh subur. "Bahkan pada 2015 mendatang, kami memperkirakan tidak
akan ada lagi ekspor biji kakao asal Indonesia," kata Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Askindo.
Mengacu pada data BPS, volume ekspor kakao olahan pada 2011 mencapai 178.000 ton. Jumlah ini meningkat 117% dibandingkan realisasi ekspor
kakao olahan selama 2009 yang hanya seberat 82.000 ton.
Sepanjang tahun ini, volume ekspor kakao olahan diproyeksikan mencapai 230.000 ton, dan di tahun depan berpotensi bertambah lagi menjadi 350.000 ton.
Perkembangan positif industri kakao olahan domestik juga tecermin dari kenaikan kapasitas produksi. Selama 2011, produksi kakao olahan Indonesia mencapai 280.000 ton, naik 115% daripada sebelum penerapan BK kakao pada 2009, yang hanya sebanyak 130.000 ton.
Dengan tambahan investasi baru di industri kakao di tahun depan, kapasitas produksi industri pengolahan kakao diproyeksikan naik menjadi 400.000 ton pada 2014. Selama 2012, dari proyeksi produksi total biji kakao 500.000 ton, sebesar 24% masuk pasar ekspor dan 76% diserap pasar dalam negeri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), Sindra Wijaya, mengatakan, peningkatan produktivitas kakao olahan karena investor asing tertarik mengembangkan bisnis di Indonesia. "Selain itu, perusahaan kakao yang sempat mati suri akan kembali beroperasi," ujar dia.
AIKI mencatat, investor baru yang siap antara lain Archer Daniels Midland Cocoa (ADM Cocoa) asal Singapura, Cargill dari Amerika Serikat, dan JB Cocoa dari Malaysia.
Adapun perusahaan yang beroperasi lagi setelah mati suri, antara lain, PT Effem Indonesia (Makassar) berkapasitas 17.000 ton per tahun, PT Jaya Makmur Hasta (Tangerang) 15.000 ton per tahun, PT Unicom Kakao Makmur Sulawesi (Makassar) 10.000 ton per tahun. Selain itu ada PT Davomas Abadi (Tangerang) 140.000 ton per tahun dan PT Maju Bersama Cocoa Industries (Makassar) 20.000 ton per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News