kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   4.000   0,28%
  • USD/IDR 15.405   0,00   0,00%
  • IDX 7.812   13,98   0,18%
  • KOMPAS100 1.184   -0,59   -0,05%
  • LQ45 959   0,88   0,09%
  • ISSI 227   0,13   0,06%
  • IDX30 489   0,88   0,18%
  • IDXHIDIV20 590   1,24   0,21%
  • IDX80 134   -0,05   -0,04%
  • IDXV30 139   -1,25   -0,90%
  • IDXQ30 163   0,24   0,15%

Industri Hilir Plastik Tertekan, Aphindo Beberkan Persaingan dengan Barang Impor


Rabu, 24 Juli 2024 / 12:13 WIB
Industri Hilir Plastik Tertekan, Aphindo Beberkan Persaingan dengan Barang Impor
ILUSTRASI. Peserta pameran menanti pembeli peralatan rumah tangga berbahan dasar plastik dalam pameran plastik dan karet 2019 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (10/7/2019). Kementerian Perindustiran mencatat sepanjang 2018 industri plastik dan karet tumbuh 6,92 persen, naik dari pertumbuhan pada 2017 sebesar 2,47 persen. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) mengatakan akibat diserbu barang impor murah, industri hilir plastik harus mengurangi permintaan kepada industri hulu hingga 40%. Efeknya, sejumlah perusahaan hulu plastik kini menghentikan sejumlah mesinnya dengan alasan pemeliharaan.

"Kalau ditanya berapa persen penurunannya bisa mencapai 40% penurunannya, karena barang tidak bisa bersaing dengan barang impor," ungkap Sekretaris Jenderal Aphindo, Henry Chevalier, saat dihubungi Kontan, Selasa (23/07).

Ia menambahkan barang jadi plastik yang masuk ke Indonesia memiliki harga yang sangat kompetitif dengan produk dalam negeri. Selisih harga impor dengan barang lokal bisa mencapai 8%-10% lebih murah.

"Kenapa bisa lebih murah? Ini karena harga barang baku lokal yang terlalu mahal. Industri hulu belum mampu mensuplay seluruh kebutuhan dalam negeri. Sehingga kita harus impor bahan baku. Kemampuan industri hulu untuk mensuport kebutuhan dalam negeri itu antara 60%-70% berarti 30%-40% harus impor," jelasnya.

Baca Juga: Inocycle Technology (INOV) Optimalkan Penyerapan Produk PET dari Industri AMDK

Harga bahan baku impor itu ungkap Henry kemudian dikenakan bea masuk tinggi sehingga saat sampai di industri hilir harganya juga semakin mahal.

"Itu bea masuk saja sudah hampir 15%, antara 10%-15%. Bagaimana kita mau bersaing sementara produk-produk barang jadi di China misalnya, itu biaya buruhnya sangat rendah. Kemudian barang dari Thailand, mereka bahan baku plastik yang belum bisa diproduksi dalam negeri, kalau mereka impor dari manapun, 0% bea masuknya," katanya.

Karena bahan baku yang tidak dikenakan bea masuk dan biaya produksi yang murah inilah membuat barang jadi plastik dari negara-negara luar punya harga yang lebih murah daripada harga barang jadi plastik lokal.

"Kan mereka ekspor ke sini, makanya bisa lebih murah daripada harga lokal. Itu yang membuat kita tidak bisa bersaing," katanya.

Baca Juga: Tak Hanya Plastik & MBDK, Produk BBM Hingga Snack Kemasan Masuk Kajian Pungutan Cukai

Ia juga berharap agar kedepan, pemerintah bisa mempertimbangkan besaran bea masuk bagi bahan baku plastik impor.

"Intinya, kalau pemerintah mau melindungi industri dalam negeri, berikanlah sama-sama misalnya bea masuk. Dulu kita sempat ada Bea Masuk yang Ditanggung Pemerintah (BMDP), kita pakai itu kira-kira hampir 9 tahun, jadi 0% impor bahan baku plastik," ungkapnya.

Henry juga menyebut kegagalan persaingan industri hilir plastik di Indonesia dengan barang impor akibat besarnya biaya birokrasi di negeri sendiri.

"Kalau produk barang jadi masuk ke Indonesia pasti barang jadi di dalam negeri pasti akan 'megap-megap'. Harga dalam negeri lebih mahal karena dipengaruhi bahan baku yang kena bea masuk impor, ditambah mahal, listrik mahal. Jadi memang biaya birokrasi kita terlalu tinggi," tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×