kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri jamu dan farmasi menggenjot pemanfaatan bahan baku herbal


Minggu, 18 Juli 2021 / 17:31 WIB
Industri jamu dan farmasi menggenjot pemanfaatan bahan baku herbal
ILUSTRASI. Sektor industri jamu dan farmasi bahu-membahu meningkatkan pemanfaatan bahan baku obat herbal dari dalam negeri.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan dari sektor industri jamu dan farmasi bahu-membahu meningkatkan pemanfaatan bahan baku obat herbal dari dalam negeri. Usaha ini bertujuan untuk menekan angka ketergantungan bahan baku obat farmasi dari luar negeri di masa yang akan datang. 

Direktur Utama PT Indofarma Tbk (INAF), Arief Pramuhanto menjelaskan saat ini bahan baku obat farmasi masih 90% diimpor dari China dan India. "Salah satu tugas Holding BUMN Farmasi adalah menekan impor bahan baku farmasi dengan memaksimalkan potensi herbal Indonesia," kata dia dalam acara Investor Daily Summit, Kamis (15/7). 

Arief mengungkapkan, saat ini pemain di industri jamu sudah cukup banyak, yakni berjumlah 1.247 industri. Sebanyak 129 pemain masuk dalam kategori obat tradisional (IOT), adapun 10 di antaranya masuk dalam kategori industri besar. Sisanya 1.037 pemain dikelompokkan sebagai usaha kecil dan mikro obat tradisional. 

Kendati sudah banyak pemain, produk-produk yang dihasilkan industri kebanyakan hanya jamu, yang notabene tidak memerlukan pembuktian empiris. Arief memaparkan, saat ini 90% produk ada di jamu, beberapa sudah menjadi  obat herbal terstandar (OHT).

Baca Juga: Begini cara Martina Berto (MBTO) kejar target penjualan naik 20% di 2021

Sedangkan produk fitofarmaka masih bisa dihitung jari. "Ini tantangan untuk kita. Salah satu cara mengurangi ketergantungan obat dari luar adalah dengan produk herbal. Bahan baku herbal melimpah di Indonesia, kalau industri fitofarmaka diperbanyak mestinya supply bahan baku akan lebih aman karena dipasok dari dalam negeri," ujarnya. 

Sejatinya, industri jamu memiliki peluang bisnis yang sangat menarik ke depannya. Jika melihat dari grafik peningkatan omzet penjualan jamu dari tahun ke tahun, terjadi tren peningkatan yang cukup signifikan. Arif menjelaskan, omzet penjualan jamu secara nasional di tahun 2013 sebesar Rp 14 triliun dan pada 2020 diprediksi mencapai Rp 20 triliun.

Kendati peluang bisnisnya gurih, masih banyak tantangan yang harus dihadapi pelaku industri, salah satunya rantai pasok bahan baku. Arief bilang, dari sisi rantai pasok bahan baku, banyak dari industri-industri ini yang membeli bahan baku dari pengepul yang  kualitasnya tidak bisa dijamin.  

Maka dari itu, Indofarma bekerja sama dengan GP Jamu untuk membuat natural extract khusus untuk bahan baku obat tradisional sehingga bisa menjamin kualitas dari obat tradisional supaya sesuai dengan standar. Di sisi lain, Indofarma juga melakukan pembinaan dengan petani. Menurutnya, diperlukan upaya untuk bisa langsung terjun ke hulu dan menjamin tata cara  bertani sesuai dengan standar.

Baca Juga: Cara meningkatkan daya tahan tubuh mencegah Covid-19 dengan obat herbal

Direktur Utama PT Kalbe Farma Tbk (KBLF), Vidjongtius mengatakan saat ini pihaknya memulai proyek kolaborasi kecil untuk produk jahe merah. "Kami sudah melibatkan lebih dari 10.000 petani dan akan terus dikembangkan. Kalbe Farma menargetkan bisa mencapai 25.000 petani di seluruh Indonesia untuk bisa membangun ekosistem jahe merah ataupun produk-produk lainnya," kata dia. 

Selain dari petani, Kalbe Farma juga akan mengajak stakeholders lain untuk mendukung pemanfaatan bahan baku obat tradisional. Pihaknya mengajak universitas untuk pembinaan dan penyuluhan, ekstraktor dan pabrik-barik untuk pengolahan bahan baku, serta perbankan untuk pendanaan.

Di sini, Kalbe Farma akan menjadi pihak pemasar yang akan menggali pasar dalam negeri maupun luar negeri. Diharapkan melalui kolaborasi ini, inovasi bisa berjalan dengan cepat serta memberikan multiplier effect bagi seluruh stakeholders

Bagi perusahaan yang akar bisnisnya adalah jamu, PT Mustika Ratu Tbk (MRAT) akan terus berusaha lebih gencar lagi menggali pasar jamu baik di dalam negeri dan luar negeri. Presiden Direktur Mustika Ratu Bingar Egidius Situmorang memaparkan industri jamu Indonesia harus didukung semua pemangku kepentingan sehingga pengembangan biofarmaka bisa maksimal.

Baca Juga: Konsumsi obat herbal harus terstandar agar dosis lebih terukur

Bingar mengungkapkan, Mustika Ratu yang saat ini sedang dalam proses uji klinis menyadari bahwa salah satu tantangan yang dirasakan adalah investasi yang sangat besar untuk saintifikasi jamu modern. "Oleh karena itu,  dalam proses saintifikasi jamu modern baik pra-klinis dan uji klinis herbal, jika pelaku industri bisa mendapat dukungan seperti dana hibah penelitian bagi yang lolos seleksi, ini akan sangat membantu," ujar dia. 

Bingar menjelaskan, saat ini Mustika Ratu sudah mengekspor produk herbal ke sejumlah negara, antara lain Malaysia, Hongkong, Taiwan, Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Rusia, dan lainnya. "Kami juga sedang bersiap masuk ke pasar Afrika dan Australia," ungkapnya. 

Meski tidak memerinci mengenai rencana memperluas pasar luar negerinya, manajemen Mustika Ratu berharap bahwa produk herbal dan jamu Indonesia bisa dimanfaatkan untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan luar negeri. Dia berpesan, seyogyanya pemerintah dapat  memanfaatkan produk herbal dan jamu Indonesia sebagai satu cara berdiplomasi atau dia sebut sebagai diplomasi jamu. 

"Indonesia harus memperkuat pasar dalam negeri, merebut peluang pasar ekspor agar tidak hanya sebagai pasar saja tapi bisa berbalik sebagai produsen dan eksportir," ujar dia. 

Baca Juga: Mustika Ratu (MRAT) makin gencar memperdalam pasar jamu

Maka dari itu, selain memperluas jangkauan pasar ke luar negeri, Mustika Ratu menyiapkan sejumlah agenda bisnis atau aksi korporasi ke depannya, salah satunya mendorong jamu menjadi new healthy lifestyle. "Selama ini nge-tren istilah ngopi atau ngeteh. Nantinya akan ada tren nge-jamu. Jamu harus menjadi gaya hidup sehingga bisa menjangkau lebih banyak konsumen," ujarnya. 

Salah satu strategi yang akan dilakukan Mustika Ratu adalah menjalin kemitraan atau kerja sama dengan banyak pihak untuk membangun jaringan kafe jamu. "Kalau Mustika Ratu harus membangunnya sendiri tentu sulit, tetapi kalau dengan kerja sama dengan banyak pihak dan membuatnya ada di mana-mana, kafe jamu bisa saja akan lebih banyak dibanding coffee shop," tandasnya. 

Baca Juga: Kurangi penggunaan listrik, Sido Muncul (SIDO) bangun panel surya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×