Reporter: Dani Prasetya | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Industri dalam negeri menargetkan produksi kakao olahan bisa mencapai 400.000 ton pada 2012. Jika dibandingkan, target itu mencatatkan peningkatan dibanding realisasi produksi 2011 yang hanya mampu bertahan pada posisi 240.000 ton.
Sebenarnya, industri dalam negeri memiliki kapasitas produksi sebesar 600.000 ton per tahun. Namun, lantaran masalah pasokan bahan baku yang terkendala cuaca, maka industri pengolahan hanya kebagian jatah 207.000 ton dari total produksi biji kakao nasional sebanyak 420.000 ton. Sementara sisanya menjadi kuota pasar ekspor.
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya, kendati mematok target sebesar 400.000 ton tahun depan, namun, hal tersebut bakal sulit terealisasi karena hambatan pasokan bahan baku.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Firman Bakri menambahkan, industri pengolahan hanya diberi jatah separuh dari target produksi tahun depan sekitar 500.000 ton.
Secara alokasi, industri dalam negeri memang mendapat peningkatan jatah biji kakao. Tahun ini, industri pengolahan mendapat kuota sekitar 207.000 ton. Tahun depan, pasar domestik diberi jatah untuk menyerap 250.000 ton biji kakao produksi nasional. Namun, alokasi jatah bahan baku itu tidak setara dengan target produksi industri pengolahan sebesar 400.000 ton pada 2012.
Belum lagi dengan adanya beberapa investasi baru seperti Guan Chong Bhd asal Malaysia sebesar 65.000 ton per tahun. Adapula kerja sama produsen produk coklat dan kakao asal Swiss yaitu Barry Callebaut AG dengan PT Comextra Majora yang mendirikan perusahaan patungan PT Barry Callebaut Comextra Indonesia senilai US$ 33 juta berkapasitas 28.000 ton per tahun.
Rencana yang bakal menambah kapasitas produksi mencapai 720.000 ton per tahun itupun memerlukan pasokan bahan baku. "Hanya kami belum tahu realisasi kakao olahan bakal berapa banyak. Itu bakal berpengaruh pada permintaan biji kakao dari kami," katanya.
Ekspor kakao tetap tinggi
Untuk diketahui, produksi tahun ini saja merosot dari realisasi 2010 sebesar 575.000 ton. Selama tiga tahun terakhir produksi kakao dalam negeri mengalami kesulitan akibat cuaca yang tidak bersahabat. Imbasnya banyak pohon kakao yang tidak berbuah. "Tahun ini cuacanya lumayan berpengaruh pada turunnya produksi dalam negeri," ucapnya.
Namun, Indonesia tetap konsisten mengekspor biji kakao ke berbagai negara seperti Swiss, Amerika Serikat, dan China. Angka ekspor biji kakao untuk periode Januari-Mei 2011 tercatat sebesar US$ 456,9 juta. Nilai ekspor itu mengalami penurunan dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US$ 553 juta karena adanya kebijakan bea keluar dari pemerintah.
Pemerintah sebenarnya berupaya menekan angka ekspor biji kakao melalui kebijakan bea keluar. Hal itu agar utilitas kapasitas industri pengolahan kakao tidak stagnan pada level 40% karena kekurangan bahan baku.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat juga menyebut, kebijakan bea keluar akan tetap dipertahankan agar ekspor biji kakao secara besar-besaran tidak terus terjadi.
Apabila kebijakan bea keluar berhasil diterapkan otomatis akan berdampak pada peningkatan kapasitas produksi pada industri pengolahan kakao sebesar 87% dari 150.000 ton pada 2010 menjadi 280.000 ton pada 2011.
Selain itu, delapan perusahaan pengolahan kakao (powder dan butter) bisa menambah kapasitas menjadi 282.000 per tahun dari sebelumnya sebesar 189.000 ton per tahun. Ekspansi itu diperkirakan bernilai investasi US$ 45 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News