Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Ekspor kayu industri kecil menengah (IKM) akan diperlonggar. Kementerian Perdagangan (Kemdag) akan mempermudah pelaku usaha mendapatkan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK). Salah satunya dengan cara pengakuan sendiri atau self declaration.
Pengusaha IKM diminta untuk mengisi formulir yang isinya menyatakan bahwa ekspor kayu dari mereka berasal dari sumber yang legal.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag Partogi Pangaribuan mengatakan, pengakuan ini bersifat sementara. "Ini tak menghilangkan SVLK. Nanti diaudit. Setelah itu, full menjadi SVLK," kata Partogi.
Adanya peryataan oleh industri diharapkan kinerja ekspor IKM di sektor mebel tidak terganggu. Kemdag juga akan segera melakukan sosialisasi dengan negara tujuan ekspor terkait dengan kebijakan ini. Harapannya; ekspor mebel dari IKM juga akan berjalan lancar.
Adapun, kata Partogo, revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait dengan penerapan ekspor produk kayu ini masih menunggu peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, menurutnya, kebijakan tersebut dilakukan per 1 Januari 2015.
Kebijakan ini, menurutnya juga sudah disepakati oleh tiga kementerian terkait, yakni Kemdag, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Perindustrian (Kemperin). Ini sekaligus menjadi jalan tengah setelah terjadi kebuntuan antara dua kementerian terkait nasib penerapan SVLK.
Seperti diketahui, sebelumnya Kemdag berniat menunda penerapan SVLK, namun hal tersebut ditolak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Padahal seperti diketahui, jumlah IKM mabel yang memperoleh sertifikasi baru 20%.
Asal tahu saja, SVLK ini wajib diberlakukan untuk ekspor produk kayu ke kawasan Uni Eropa. Pasalnya Uni Eropa telah menerapkan kebijakan EU Timber Regulation (EUTR) untuk setiap produk kayu yang diimpor pada akhir September 2012 lalu.
Sunoto, Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) mengatakan, saat ini jumlah pengusaha yang bergerak disektor permebelan mencapai 5.000 pengusaha.
Dengan perhitungan hanya 20% pengusaha yang sudah memiliki SVLK maka setidaknya masih ada sekitar 4.000 pengusaha lain yang belum memiliki sertifikat legalitas kayu tersebut.
Sunoto berharap pemerintah memperpanjang moratorium pengenaan SVLK setidaknya hingga dua tahun mendatang. "Kami meminta tidak dihapus tetapi hanya ditangguhkan setidaknya selama dua tahun," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News