Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
JAKARTA. Pemerintah memutuskan tetap mewajibkan pelaku usaha industri kayu mengantongi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Namun kewajiban itu hanya berlaku bagi mereka yang berbisnis di kayu hulu.
Sementara pelaku industri kayu hilir, seperti perajin furnitur dan kerajinan tangan tidak terkena kewajban itu. Mereka cukup menyatakan bahwa kayu yang digunakan berasal dari pelaku industri hulu bersertifikat SVLK.
Proses tarik ulur mewarnai penyusunan kebijakan itu. Sasaran utama kewajiban SVLK adalah mengatasi penebangan kayu yang dilakukan secara ilegal.
Namun ketika pemerintah menerapkan kebijakan itu, sejumlah pelaku industri hilir merasa keberatan. "Awalnya Kementerian Perindustrian mau SVLK ditunda dulu saja," ujar Saleh Husin, Menteri Perindustrian Jumat (28/11).
Hingga pada akhirnya, pada rapat koordinasi terakhir yang melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kehutanan, pemerintah bulat mengambil keputusan. "Kemarin keputusannya, industri kecil menengah kayu hilir hanya cukup self declaration bahwa mereka menggunakan kayu yang legal," kata Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian.
Dihubungi secara terpisah, Abdul Sobur, Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) mendukung usulan itu. Selain memudahkan, pelaku industri hilir juga tak harus merogoh kocek besar untuk mengantongi sertifikat SVLK sekitar Rp 30 juta.
Sejauh ini Kementerian Perdagangan masih menggodok mekanisme self declaration yang bisa dilakukan oleh pelaku industri hilir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News