Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Selain menolak penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk kayu tujuan ekspor bagi kalangan usaha kecil menengah (UKM), Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) juga tidak setuju dengan penerapan SVLK terhadap kayu impor.
Ketua Umum AMKRI Soenoto mengatakan, bila SVLK terhadap produk kayu tetap diberlakukan, hal itu akan semakin menghambat kinerja produksi. "Lagi pula, impor produk kayu kecil," kata Soenoto, Rabu (19/11).
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bubur kayu Indonesia pada tahun 2013 lalu mencapai sekitar 3,85 juta ton. Jumlah itu naik 5,5% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 3,65 juta ton.
Sementara untuk impor kayu dan barang dari kayu tahun lalu mencapai 1,06 juta ton, atau meningkat 25% dibandingkan tahun 2012 yang hanya 848.729 ton.
Kayu yang diimpor adalah jenis kayu yang tidak diproduksi di dalam negeri, seperti ekaliptus. Negara penghasil utama kayu ini adalah Brazil. Nah selama ini, Brazil sendiri tidak memberlakukan sertifikasi legalitas kayu tersebut.
Selama ini, negara yang mewajibkan produk kayu yang dipasarkan di wilayahnya harus memenuhi SVLK hanya Uni Eropa (UE).
Padahal, proses mendapatkan sertifikasi SVLK tidak mudah. Antara lain, harus mengecek ketelusuran produk yang akan diimpor di negara asal atau traceability yang dilakukan lembaga surveyor. "Permohonan itu makan waktu dan biaya," kata Tenggono Chuandra Phoa, Chairman of Marketing and Promotion AMKRI.
Penerapan SVLK dinilai akan mengurangi daya saing produk mebel Indonesia. Menurut Soenoto, bila SVLK diterapkan, banyak calon pembeli dari luar negeri mengalihkan pembelian produk mebel dan kerajinan ke Vietnam, Thailand, dan Filipina.
Sunoto bilang, sebanyak 97,85% konsumen produk kayu tidak membutuhkan SVLK. Mengutip data AMKRI, hingga saat ini, sekitar 3.000 UKM masih belum memiliki SVLK. Jika Januari 2015 pemerintah tetap memaksakan penerapan SVLK, hal itu jelas akan merugikan para produsen mebel dan kerajinan. Ia menyarankan, mandatori SVLK lebih baik diberlakukan bagi pedagang dan bandar kayu besar.
Saat ini, pasar mebel dunia mencapai US$ 126 miliar per tahun. Dari jumlah itu, China mendominasi sebesar US$ 50 miliar. Di ASEAN, Indonesia masih kalah dari Vietnam yang mencuil US$ 4,5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News