kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.284   55,00   0,36%
  • IDX 7.882   52,42   0,67%
  • KOMPAS100 1.202   6,01   0,50%
  • LQ45 976   6,13   0,63%
  • ISSI 228   0,06   0,03%
  • IDX30 498   3,05   0,62%
  • IDXHIDIV20 601   3,95   0,66%
  • IDX80 137   0,65   0,48%
  • IDXV30 140   -0,27   -0,19%
  • IDXQ30 167   0,93   0,56%

Industri Kelapa Sawit Bersiap Hadapi La Nina di Semester II-2024


Minggu, 04 Agustus 2024 / 21:18 WIB
Industri Kelapa Sawit Bersiap Hadapi La Nina di Semester II-2024
ILUSTRASI. Pekerja menurunkan tandan buah segar dari bak mobil di salah satu rumah jual beli hasil perkebunan sawit di Kota Bengkulu, Bengkulu, Jumat (5/7/2024). Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi komoditas minyak kelapa sawit untuk periode Juli 2024 sebesar 800,75 dolar AS per metrik ton (MT) atau meningkat 21,93 dolar Amerika Serikat (AS) dari periode Juni 2024 sebesar 778,82 dolar AS per MT. ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/tom.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah El Nino berakhir, industri sawit dalam negeri kembali dihadapkan dengan datangnya La Nina mulai Agustus 2024 ini. 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengubah prediksi masuknya La Nina ke Indonesia, yang awalnya diprediksi tiba pada Juli, tetapi kini berpotensi terjadi pada Agustus-September-Oktober 2024 atau ASO 2024.

Untuk diketahui, La Nina adalah fenomena ketika suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normal. Pendinginan tersebut mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di Indonesia.

Terkait fenomena ini, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan La Nina akan berpengaruh pada tahapan evakuasi Tandan Buah Segar (TBS) di perkebunan sawit. 

Baca Juga: Kenaikan Harga CPO Dongkrak Raihan Laba Bersih Astra Agro (AALI) pada Semester I 2024

"Yang pasti evakuasi TBS terganggu, apalagi kalau terjadi banjir otomatis akan menghambat transportasi. Sehingga ada kemungkinan terjadi penurunan produksi. Penurunan berapa persen tergantung dengan kondisi masing-masing daerah," jelasnya saat dihubungi Kontan, Minggu (04/08). 

La Nina ungkap dia juga tidak serta-merta meningkatkan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar global naik, sehinga tidak bisa menjadi katalis pertambahan pendapatan bagi perusahaan-perusahaan sawit yang terdampak. 

"Dapat mengerek harga apabila menyebabkan supply (pasokan) minyak sawit berkurang di pasar ekspor, kalau La Nina terjadi maka perusahaan pun biasanya terdampak karena produksi terganggu jadi tidak otomatis harga naik kemudian pendapatan perusahaan juga naik," tambahnya.

Senada dengan Eddy, Executive Director Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan La Nina dengan tingkat ekstrem juga bisa berpengaruh pada penurunan produksi TBS. 

"Jika akhir tahun ini La Nina yang terjadi ekstrim, dapat menurunkan produksi akibat genangan, banjir dan gangguan panen atau pengangkutan TBS dari kebun ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Untuk memitigasi La Nina maupun El Nino, dalam jangka pendek hingga menengah perlu perbaikan water manajemen seperti embung-embung untuk menyimpan kelebihan air pada musim La Nina untuk dipergunakan pada musim El Nino," jelasnya kepada Kontan, Minggu (04/08).

Baca Juga: Laba Triputra Agro (TAPG) Naik 103% di Semester I 2024, Simak Rekomendasi Sahamnya

Namun, jika La Nina tahun ini berada pada tipe moderat Tungkot mengatakan justru fenomena ini akan berdampak positif bagi peningkatan produktifitas. 

"Memang tergantung intensitas La Nina. Tapi La Nina sampai level moderat apalagi terjadi pada musim pemupukan yaitu Oktober- Desember akan berdampak positif pada peningkatan produktivitas sawit. Meskipun dampaknya baru terasa pada semester 1 tahun 2025," tambahnya. 

Adapun, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan La Nina merupakan salah satu faktor dinamika Iklim yang harus dihadapi. 

"Dinamika ini hanya berlangsung 1 sampai 3 bulan maka kepada produktivitas produksi TBS tidak akan berpengaruh nyata. Yang dipengaruhinya secara langsung adalah aktivitas panen menjadi terganggu. Seperti panen terganggu karena hujan, jalan jadi rusak, jembatan dikebun banyak rusak dan lain sebagainya," ungkapnya. 

Ia menambahkan, jika terjadi penurunan Produkai TBS di semester ke 2 ini khususnya TBS dari petani karena dipengaruhi oleh beberapa hal.

"Yang pertama karena  dampak aktivitas agronomi 2 tahun lalu, dimana petani sejak 2021-2023 cenderung tidak melakukan memupukan karena harga pupuk yang naik signifikan," katanya. 

Penyebab kedua adalah karena target Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sebear 2,8 juta Hektar (Ha) baru tercapai 330 ribu hektar (Ha) atau 11% dari total target. 

"Intinya adalah produksi TBS yang hubungannya ke produksi CPO Indonesia permasalahannya ada di kebun petani. Dimana protas CPO nya masih 20-30% dari potensi," jelasnya. 

Baca Juga: Produksi CPO Sampoerna Agro (SGRO) Terkendala Cuaca El Nino

Di luar pengaruh La Nina, ketiganya sepakat bahwa produksi CPO tahun ini akan mengalami koreksi jika dibandingkan dengan tahun lalu. 

"Produksi sampai dengan Juni 2024 dibandingkan dengan Juni 2023 masih lebih rendah sekitar 10%. Tapi diharapkan sesuai siklus di semester II akan naik kembali apabila tidak terjadi gangguan cuaca," ungkap Eddy. 

"Secara keseluruhan perkiraan produksi CPO tahun 2024 ini sedikit di bawah target akibat keterlambatan PSR dan makin banyaknya tanaman tua renta. Produksi CPO tahun diperkirakan turun 5-10 persen dari tahun 2023," tambah Tungkot. 

"Produksi CPO Indonesiadi 2024 ini saya prediksi akan turun 2-5%, di saat konsumsi CPO naik 5-7%," tutup Gulat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×