kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri kemasan diproyeksi tumbuh ikuti perkembangan teknologi


Senin, 30 November 2020 / 12:09 WIB
Industri kemasan diproyeksi tumbuh ikuti perkembangan teknologi


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Industri manufaktur secara umum tidak dapat lepas dari peran industri kemasan. Bahkan, seiring perkembangan ke arah era industri 4.0 dan menghadapi adaptasi kebiasaan baru, produsen pengemasan diharapkan mampu menciptakan inovasi sehingga memenuhi kebutuhan dan mengikuti tren masa kini.

Berdasarkan data Indonesia Packaging Federation (2020), kinerja industri kemasan di tanah air diproyeksi tumbuh pada kisaran 6% tahun 2020 dari nilai realisasi tahun lalu sebesar Rp 98,8 triliun. Ditinjau dari materialnya, kemasan yang beredar sebesar 44% dalam bentuk kemasan flexible, 14% kemasan rigid plastic, dan 28% kemasan paperboard.

"Proporsi ini kami yakini akan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kemasan lainnya, dengan didorong oleh pesatnya peningkatan pasar digital yang membuat mobilitas produk semakin tinggi. Karakteristik kedua kemasan tersebut, dari sisi ekonomi dan daya tahan membuatnya menjadi pilihan yang lebih baik," kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih dalam keterangan resminya Jakarta, Senin (30/11),

Sementara itu, AT Kerney (2019), dalam hasil risetnya di Asia, menyatakan bahwa terdapat beberapa pergeseran paradigma yang terjadi secara makro ekonomi dan memengaruhi tren industri pengemasan. Misalnya, pertumbuhan penjualan retail online di Asia yang mencapai rata-rata 19% per tahun menggeser tren kemasan yang awalnya lebih mementingkan penampilan, menjadi lebih mementingkan kekuatan dan daya tahan kemasan.

Baca Juga: Dorong produktivitas UKM, Bogasari gaet ITS lakukan uji komersial mesin pengering mie

"Kemudian, meningkatnya permintaan smart packaging, meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kemasan yang berkelanjutan, serta desain kemasan yang dapat mengurangi biaya pengemasan, yang tentu saja akan mengurangi harga jual dan meningkatkan daya saing produk," papar Gati.

Saat ini, teknologi pengemasan sangat berkembang dengan cepat, di antaranya menggunakan Active & Intelligent Packaging, Modified Atmosphere Packaging (MAP), Vacuum Pack (preserve the freshness of food), Frozen food (Freezing foof preserves), dan Retort Packaging (for ready to eat meals).

Dengan kemajuan teknologi, lanjut Gati, orang-orang terus berinovasi mengembangkan teknologi kemasan dan mencari solusi untuk masalah-masalah pangan yang sangat rentan risiko, seperti untuk pangan basah.

Untuk menjaga keamanan dan kekuatan makanan, harus menggunakan teknologi, misalnya dengan menjadikan makanan tersebut beku, atau menggunakan Active & Intelligent Packaging untuk mengetahui umur dan kondisi dari makanan tersebut. "Selain ini teknologi retort packaging sangat diperlukan untuk makanan yang dapat  disimpan lama, misalnya rendang atau gudeg dari Jogja," imbuhnya.

Berbagai strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing sektor industri kecil menengah (IKM) terutama terkait kemasan, antara lain memilih kemasan yang sesuai dengan segmentasi pasar yang menarik berbasis desain kreatif dan inovatif, memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh otoritas yang diakui secara luas, seperti GMP, HACCP, ISO, SNI, dan Halal.

Baca Juga: Panca Budi Idaman (PBID) perlebar pasar di luar Pulau Jawa




TERBARU

[X]
×