Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kemasan plastik kembali menghadapi tekanan bertubi-tubi seiring lonjakan harga minyak mentah dunia yang terjadi bersamaan dengan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Mengutip situs Trading Economic, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 84,80 per barrel pada Rabu (17/4) pukul 11.00 WIB atau turun 0,65% dibandingkan hari sebelumnya. Namun, dalam sebulan terakhir, harga minyak WTI naik 3,21%. Harga minyak juga melonjak 4,82% dalam satu tahun terakhir.
Kurs rupiah spot melemah 0,33% ke level Rp 16.229 per dolar AS pada Rabu (16/4) pukul 11.00 WIB.
Indonesia Packaging Federation (IPF) menyampaikan, kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah jelas akan memberi dampak besar bagi industri kemasan plastik nasional. "Sebab, porsi impor bahan baku kemasan plastik mencapai 50% lebih," tutur Business Development Director IPF Ariana Susanti, Selasa (16/4).
Baca Juga: Diversifikasi Pangan Lokal Pasca Lebaran
Padahal, sebenarnya impor bahan baku kemasan mengalami tren penurunan sekitar 20% yang terjadi sejak kuartal III-2023. Salah satu faktor penyebabnya adalah kapasitas material plastik hilir di dalam negeri yang sudah oversupply. Kondisi ini membuat harga plastik hilir produksi dalam negeri menjadi lebih murah dibandingkan produk impor.
Lantas, jika harga minyak terus melonjak dan rupiah terus tertekan, bukan tidak mungkin para produsen kemasan mengerek harga jual produknya kepada para pelanggan. "Ini tentu akan berpengaruh pada kenaikan harga produk-produk yang dikemas dengan kemasan plastik di pasar," kata Ariana.
Secara umum, IPF tetap memproyeksi pertumbuhan volume penjualan kemasan sekitar 3% sampai 4% sepanjang tahun 2024. Saat ini industri kemasan juga dihadapkan oleh perubahan gaya hidup untuk produk fast moving consumer goods (FMCG) dan pasar ritel. Hal ini terjadi seiring banyaknya supermarket besar yang tumbang karena konsumen masa kini lebih memilih berbelanja ke minimarket, marketplace online, dan produk-produk siap saji.
Baca Juga: Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS, Begini Tanggapan IPF
Permintaan pun kini lebih banyak pada kemasan yang bersifat cepat, ringkas, dan mudah. Perubahan ini belum diantisipasi secara tanggap oleh beberapa produsen kemasan.
Untuk itu, para produsen kemasan besar yang masih beroperasi secara konvensional harus mengubah cara dan sistem kemasan yang mereka produksi. Cara kerja konvensional ini yang membuat utilitas produsen kemasan terlihat rendah.
Di sisi lain, produsen kemasan yang mampu beralih dengan sistem yang cepat, ringkas, dan tepat diyakini dapat memenuhi tuntutan pasar UMKM dan marketplace online.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News