Reporter: Agung Hidayat | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) melihat kondisi pasar keramik Indonesia saat ini secara umum masih menurun. Meski ada kemungkinan permintaan naik, namun yang banyak mengisi ialah produk impor China.
"Kami berharap permintaannya tumbuh, seperti properti yang tampaknya turut tumbuh. Namun di tengah permintaan naik ada kesulitan pelaku domestik mengambil porsinya," ujar Elisa Sinaga, Ketua Asaki kepada Kontan.co.id, Kamis (11/1).
Ia mengatakan, Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) merugikan industri keramik lokal. Kalau dulu saat agreement belum dilaksanakan, bea masuk keramik China ke Indonesia sekitar 20%. "Saat itu saja impor keramik naik 20%-26% tiap tahun, bagaimana dengan sekarang yang bea masuknya jadi 5%," sebutnya.
Sehingga, kata Elisa, sangat dimungkinkan pasca bea masuk turun akan berdampak impor makin tinggi, "Sedangkan kenaikan demand dalam negeri tidak diambil oleh lokal tapi oleh impor," terangnya.
Dengan mulai bergairah sektor properti, Asaki berharap bisnis keramik bisa tumbuh 10% di 2018 ini. "Kebutuhan sekarang kemungkinan ada sekitar 360 juta-370 juta meter persegi (m2)," beber Elisa.
Sementara itu sebagian besar bahan baku dalam negeri didapat dari China yang saat ini kena bea dumping hampir 26%. Hal itu menjadikan biaya produksi keramik semakin meningkat. "Produsen tertekan dengan biaya produksi plus harga gas masih tinggi. Di samping itu pasar tergerus produk keramik jadi China," kata Elisa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News