kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri lemah, kenaikan cukai harus melihat keadaan industri


Rabu, 02 Mei 2018 / 18:24 WIB
Industri lemah, kenaikan cukai harus melihat keadaan industri
ILUSTRASI. ilustrasi kesehatan bahaya rokok - tembakau


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie berharap pemerintah berhati-hati menaikkan tarif cukai rokok secara eksesif pada 2019. Tarif cukai tahun ini yang sebesar rata-rata 10,04%  sudah sangat membebani para pelaku industri.

"Tahun ini sangat berat, karena cukai naik sehingga harga jual sangat melambung. Dengan kondisi ekonomi seperti sekarang ini, ya, belum bisa menarik. Jadi masih berat," kata Moeftie dalam keterangannya, Selasa (2/5).

Moeftie menjelaskan, industri rokok dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan volume penjualan sekitar 1-2%. Jika tarif cukai rokok pada tahun depan dinaikkan lebih tinggi lagi dari 2018 ini, dia khawatir industri rokok akan semakin terpuruk. "Kemungkinan (volume penjualan turun) itu bisa saja terjadi kalau keadaan seperti ini," ucapnya.

Industri rokok, Moefti melanjutkan, akan mampu bertahan jika didukung dengan kebijakan yang pro industri dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

“Kalau ekonomi menjadi baik, pendapatan orang akan menjadi lebih baik. Itu yang kami harapkan bisa kembali volume penjualannya,” tuturnya.

Senada dengan Moeftie, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) komisi XI yang membidangi Keuangan, Perencanaan Pembangunan, dan Perbankan Amir Uskara meminta pemerintah untuk tidak tergesa-gesa menaikkan cukai tembakau.

Ia mengingatkan, setiap kenaikan cukai rokok harus melihat semua aspek agar industri tetap berjalan normal, dan daya beli konsumen tidak menurun.

"Di satu sisi kenaikan cukai diperlukan untuk penerimaan negara tapi di lain sisi, juga perlu diperhatikan dampak terhadap industri nya," tegasnya. Amir menambahkan, kenaikan cukai harus disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi saja.

Ia juga mengatakan bahwa kenaikan cukai yang eksesif akan mengganggu kinerja bisnis dan industri. Hal ini berpotensi terjadi PHK karena industri terbebani. Sebaiknya pemerintah mencari pendanaan melalui pemasukan cukai dari sektor di luar tembakau seperti cukai plastik.

Pada kuartal pertama 2018, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan negara mencapai Rp 19 triliun, naik 17,6% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 16,1 triliun. Penerimaan dari sektor cukai mencapai Rp 8,6 triliun. Selain karena kenaikan tarif cukai rokok, peningkatan penerimaan juga karena membaiknya ekspor dan impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×