Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pelaku usaha di sektor industri manufaktur meminta pemerintah untuk mempertimbangkan sejumlah aspek terkait melanjutkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, yang telah dimulai sejak 3 hingga 20 Juli 2021.
Tujuannya pertimbangan ini agar titik keseimbangan antara upaya menjaga kesehatan masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi nasional tetap bisa berjalan secara beriringan.
Para pelaku usaha yang bernaung dalam berbagai organisasi dan asosiasi itu juga meminta agar pemberlakuan PPKM Darurat tetap memperkenankan industri manufaktur untuk bisa beroperasi dengan sejumlah syarat yang ketat.
Para organisasi itersebut antara lain, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia, Asosiasi Persepatuan Indonesia, Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia, Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia, Asosiasi Industri Plastik Indonesia, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, serta Asosiasi Semen Indonesia.
Baca Juga: PPKM Darurat diperpanjang hingga 25 Juli, pembukaan bertahap dilakukan 26 Juli
Diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid, pada dasarnya, para pelaku ekonomi mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk meredam laju pandemi.
Namun para pelaku usaha sektor industri manufaktur juga perlu memberikan masukan dan pertimbangan kepada pemerintah terkait wacana perpanjangan kebijakan PPKM Darurat tersebut.
Berikut hasil diskusi sejumlah masukan yang diminta para pelaku usaha:
Pertama, mengizinkan perusahaan industri manufaktur sektor kritikal dan esensial serta industri penunjangnya dan industri yang berorientasi ekspor, untuk tetap beroperasi dengan kapasitas maksimal 100 persen karyawan operasional dan 25 persen karyawan penunjang operasional, apabila sudah melakukan vaksinasi minimal dua kali untuk seluruh karyawannya.
Dalam hal ini, perusahaan harus tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat dan melaporkan kegiatannya secara berkala pada Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Baca Juga: Siap ikuti perpanjangan PPKM Darurat, pebisnis bioskop berharap insentif pemerintah
“Di samping itu, industri perusahaan manufaktur juga harus mendapatkan perhatian khusus apabila mereka memiliki komitmen delivery dengan perusahaan lain di lingkup nasional atau negara lain yang secara kontraktual tidak bisa dihindari. Selain itu perusahaan juga memiliki kepentingan mempertahankan produk-produk domestik untuk substitusi impor berupa bahan baku dan bahan penolong produksi, memiliki kepentingan untuk mempertahankan pendapatan karyawan pada industri padat karya, misalnya di sektor tekstil, garmen dan sepatu untuk kepentingan geopoliti Indonesia di mata dunia internasional,” kata Arsjad dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (20/7).
Kedua, mengizinkan industri manufaktur sektor non esensial serta industri penunjangnya untuk tetap beroperasi dengan kapasitas maksimal 50% karyawan operasional dan 10% karyawan penunjang operasional serta tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat, dengan catatan karyawan yang masuk pada perusahaan sektor tersebut telah divaksin minimal dua kali dan melaporkan kegiatannya secara berkala kepada Kemenperin.
Akan tetapi, apabila terdapat kasus konfirmasi positif dalam industri manufaktur tersebut, maka evaluasi akan cepat dilakukan dengan menurunkan kapasitas menjadi 25% karyawan operasional dan 5% karyawan penunjang operasional.
Ketiga, pemerintah dapat mendesain kebijakan fiskal secara konsolidasi untuk meningkatkan daya beli masyarakat, baik melalui program proteksi sosial yang dieksekusi dengan cepat maupun insentif ekonomi untuk dunia usaha yang memadai.
Keempat, pemerintah juga perlu mendorong harmonisasi kebijakan kesehatan, ekonomi, dan sosial secara terpadu dan melakukan komunikasi satu pintu, sehingga menciptakan kepastian dan ketenangan bagi masyarakat.
Kelima, pemerintah perlu mendesain stimulus produktif bagi dunia usaha, selain kesehatan dan bantuan sosial. Hal ini diperlukan karena pengusaha juga memiliki kewajiban untuk mencicil pinjaman, membayar operasional perusahaan dan membayar gaji karyawan.
Untuk memperkuat langkah tersebut, pemerintah juga harus memberikan perhatian yang kuat terhadap sejumlah kebijakan, seperti implementasi POJK 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Baca Juga: PPKM Darurat dilanjutkan, Jokowi: Anggaran perlindungan sosial ditambah Rp 55,21 T
Pelaku usaha menilai implementasi harus bisa berjalan secara ragam, karena di lapangan banyak lembaga keuangan memberikan keringanan yang berbeda-beda, seperti penurunan bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara. Selain itu, keringanan listrik dan pajak juga diperlukan agar pengusaha mampu bertahan dalam situasi pandemi.
Keenam, mempercepat pelaksanaan vaksinasi pada daerah-daerah yang merupakan area perindustrian dan perdagangan, dengan menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat (fasyankes) yang dapat bergerak cepat dan mempunyai P-Care Vaksinasi oleh BPJS.
Arsjad menegaskan, para pelaku usaha juga industri sektor manufaktur selama ini berkomitmen kuat untuk bersama-sama mengatasi pandemi.
“Para pelaku usaha telah dan akan terus memperkuat komitmen untuk mematuhi semua protokol kesehatan dan instrumen pencegahan penyebaran Covid-19 secara ketat,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News