Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri pengolahan berbasis sumber daya alam masih menunjukkan kinerja yang cukup baik dan mengalami surplus perdagangan. Pencapaian positif ini perlu dijaga di tengah kondisi tekanan terhadap nilai rupiah dan isu perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang mulai terasa dampaknya pada neraca perdagangan internasional.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara menjelaskan, kinerja yang baik ini harus terus dijaga melalui pengambilan kebijakan yang tepat untuk mengatasi segala hambatannya.
Berdasarkan catatan Kemenperin, pada Mei 2018, sektor manufaktur yang mengalami surplus adalah industri kayu, barang dari kayu dan gabus sebesar US$ 387,32 juta, industri kertas dan barang dari kertas US$ 310,71 juta, serta industri furnitur US$ 101,90 juta. Selain itu, sub sektor lainnnya, industri pakaian jadi juga menunjukkan surplus perdagangan senilai US$ 696,29 juta.
Ngakan menyebutkan, pemerintah telah memiliki langkah-langkah strategis guna meningkatkan daya saing dan nilai ekspor bagi industri manufaktur nasional. Misalnya, pengoptimalan fasilitas fiskal dan menjamin ketersediaan bahan baku. “Upaya ini sejalan dengan roadmap Making Indonesia 4.0 dalam mengimplementasikan revolusi industri keempat di Tanah Air,” jelasnya dalam keterangan pers, Jumat (13/7).
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengakui, depresiasi nilai rupiah membawa dampak terhadap sektor perindustrian. Ada industri yang diuntungkan dan ada pula yang dilemahkan dengan kondisi tersebut.
“Untuk industri yang berbasis bahan baku domestik, seperti CPO (Crude Palm Oil), itu diuntungkan," ujarnya. Sedangkan, industri yang komponen impornya masih tinggi maupun dunia usaha yang memiliki utang di luar negeri tentu mengalami tekanan lebih berat.
Menperin mengatakan, pihaknya konsisten untuk mendorong pertumbuhan populasi industri hilir pengolahan minyak sawit di dalam negeri. Hal ini karena produksi CPO nasional diperkirakan mencapai 42 juta ton pada tahun 2020. “Hilirisasi industri akan meningkatkan nilai tambah dan kemampuan dalam menghasilkan produk yang beragam dan inovatif,” kata Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News