Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi data beras yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) direspon baik oleh pengusaha. Salah satunya pada sektor pakan yang sedari dulu menanti data lahan dan produksi jagung.
Apalagi oleh industri pakan yang melihat realisasi produksi jagung bisa meleset tiga kali lipat dari angka Kementerian Pertanian (Kemtan).
Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Peternakan Pakan dan Veteriner Sudirman menyatakan koreksi pada data komoditas lain sangat penting, terutama pada jagung.
"Sangat urgent, karena menurut banyak pihak, markupnya lebih dahsyat. Kalau kalkulasi saya, produksi jagung kita paling banyak 10 juta ton," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/10).
Angka kalkulasi produksi jagung di 10 juta ton menurut Sudirman stabil dalam lima tahun terakhir. Angka ini sangat terpaut jauh dengan Angka Ramalan I (ARAM I) 2018 dari Kementerian Pertanian, yang menyatakan diolah dari data BPS, bahwa luas panen jagung pada tahun 2018 sesuai Angka Ramalan I adalah seluas 5,73 juta ha dan produksi bisa mencapai 30,055 juta ton.
Artinya, kondisi di lapangan dalam kacamata industri pakan ternak yang bergantung besar pada jagung, proyeksi produksi jagung pemerintah meleset hingga tiga kali lipat.
Kondisi ini semakin terlihat dari semakin menanjaknya harga jagung. Dalam catatan Kontan.co.id terakhir, harga jagung dilaporkan di tingkat petani di Rp 4.200 per kg dan di tingkat pabrik kisaran Rp 5.200 per kg.
Angka ini melonjak tinggi dari harga di kuartal pertama di Rp 3.800 per kg. Dalam kondisi harga mahal ini, Sudirman menjelaskan, industri pakan melakukan substitusi ke gandum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News