kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,49   -13,02   -1.39%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri penerbit buku minta keringanan pajak


Selasa, 09 Mei 2017 / 07:09 WIB
Industri penerbit buku minta keringanan pajak


Reporter: Agung Hidayat, M. Ghiffari L. Alif P. | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Perkembangan digitalisasi yang begitu cepat membawa konsekuensi terhadap kelangsungan bisnis penerbitan buku. Permintaan buku dalam bentuk cetak atau fisik terus menurun, karena beralih ke konten e-book atau e-paper.

Industri penerbitan buku juga terkena aneka pajak yang tidak kecil. Bukan hanya pajak pertambahan nilai (PPN) 10%. Penerbit juga harus membagi keuntungan dengan toko 45% dan royalti penulis 10% dari harga jual. Tak pelak, kinerja bisnis penerbitan babak belur terimbas digitalisasi dan beban pajak.

Koordinator Divisi Pengembangan Organisasi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Fikri Kongdarman mengatakan, industri penerbitan buku mengeluhkan pajak produksi dan distribusi produk perbukuan. "Industri penerbitan juga mendapat tantangan dari digitalisasi media," katanya, kepada KONTAN, Minggu (7/5).

Di sisi lain, Ikapi menyayangkan sikap pemerintah yang kurang memperhatikan industri ini. Menurut Fikri, dukungan pemerintah terhadap dunia perbukuan masih minim.

Pada tahun 2016, kata Fikri, ada lebih dari 1.000 judul buku yang terbit setiap bulan, dengan 2.000-3.000 eksemplar per judul buku tersebut. Sayang, Fikri tidak bisa membeberkan jumlah nilai dari penjualan buku tersebut.

Sekretaris Perusahaan PT Gramedia Asri Media Yosef Adityo mengatakan hal yang sama. Ia berharap, pemerintah membuat kebijakan yang bisa menguntungkan para pelaku usaha penerbitan buku. "Misalnya subsidi seperti yang dilakukan pemerintah India, sehingga harga buku bisa lebih terjangkau," pintanya.

Subsidi atau keringanan pajak tersebut sedikit banyak akan membantu perusahaan penerbitan menekan beban pajak dan biaya produksi yang terus membengkak. Sementara penjualan buku cenderung lesu akibat daya beli masyarakat yang menurun.

Chief Executive Officer (CEO) Mizan Publishing Yadi Saeful Hidayat menjelaskan, besaran ongkos produksi tergantung harga bahan baku yakni, kertas yang harus impor. Sedangkan, margin keuntungan bisnis penerbitan buku terbilang tipis. "Margin keuntungan buku berkisar antara 10%-30%, tergantung jenis bukunya," sebut Hadi.

Sepanjang tahun lalu, Mizan sudah menerbitkan 200 judul buku. Setiap judul buku dicetak sekitar 3.000 eksemplar dengan kisaran harga Rp 29.000-Rp 89.000 per buku. Adapun pendapatan Mizan pada tahun 2016 lalu sekitar Rp 17,4 miliar sampai dengan Rp 53,4 miliar.

Terkait tren model digital, Mizan sudah memulai sejak lima tahun lalu. Namun keuntungan digitalisasi konten ini belum seberapa besar dibandingkan buku cetak. "Paling berkontribusi hanya sekitar 10%," ungkap Yadi.

Kendati demikian, menurut Yadi, industri penerbitan masih memiliki peluang untuk terus tumbuh di era digitalisasi ini. Sebab konsumen masih menyenangi versi cetak dari beragam jenis buku-buku tertentu. "Beberapa tema seperti novel, buku anak dan agama masih sangat kuat pasarnya," paparnya.

Pun Gramedia yang mau tidak mau kudu bertransformasi ke sistem digital sesuai perkembangan zaman dan teknologi. Bahkan, perusahaan terafiliasi Harian KONTAN ini terus melebarkan sayap bisnis di ceruk pasar digital publishing. "Untuk e-book sudah ada sekitar 12.000 judul yang disebar luaskan secara umum," terang Yosef.

Sejatinya, dulu konten digital tersebut hampir 99% adalah konten non-digital. Alhasil, secara umum e-book yang dijual oleh Gramedia tentu memiliki salinan dalam bentuk fisik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×