Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum keluarnya izin impor gula mentah dari Kementerian Perdagangan (Kemdag) membuat industri pengguna gula menggunakan stok cadangan untuk melanjutkan produksi.
"Kebutuhan produksi sementara masih ada carry over stock," ujar Adhi Lukman ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) kepada KONTAN, Kamis (4/1).
Adhi bilang industri makanan dan minuman telah mengajukan kebutuhan gula kristal rafinasi (GKR) kepada Kementerian Perindustrian (Kemperin). Kebutuhan industri tersebut nantinya akan direkomendasikan kepada Kemdag untuk dikeluarkan kuota impor.
Kebutuhan GKR dari industri makanan dan minuman diungkapkan Adhi sebesar 3,5 juta ton pada tahun 2018. Angka tersebut belum termasuk kebutuhan dari industri kecil dan menengah (IKM).
Belum keluarnya izin impor gula mentah sebagai bahan baku GKR dinilai mengganggu industri makanan dan minuman. Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIPGR), Dwiatmoko Setiono. "Kalau belum keluar jelas mengganggu sekali bagi industri," ujar Dwi.
Sama seperti Adhi, Dwi bilang industri saat ini masih menggunakan stok GKR. Namun, hal itu berdasarkan kuota yang dibeli dari pabrik produsen GKR.
Dwi bilang, industri hanya mengandalkan kontrak pembelian dari produsen GKR yang dilakukan tiap bulan. Sementara itu stok tersimpan menurut Dwi hanya dapat bertahan hingga 10 hari.
"Industri tidak memiliki stok hanya kontrak tiap bulan sesuai kebutuhan, keberadaan buffer stock kemungkinan hanya sepuluh hari," terang Dwi.
Bila izin impor belum juga dikeluarkan akan membuat industri kesulitan. Hal tersebut dinilai sebagai pelanggaran terhadap undang-undang.
Dwi bilang Kemdag menghambat suplai bahan baku bagi industri. Hal tersebut berkebalikan dengan upaya pemerintah yang tengah menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News