Reporter: Abdul Wahid Fauzie | Editor: Test Test
JAKARTA. Ironis. Meskipun harga minyak mentah belakangan ini cenderung menurun, industri plastik tidak serta merta lantas bersorak. Sebagian malah terbelit masalah serius akibat aksi spekulasi. Kini, mereka harus menanggung biaya bahan baku tinggi meskipun harga jualnya cenderung turun.
Sekretaris Jenderal Industri Plastik dan Olefin Indonesia (Inaplas) Budi Soesanto Sadiman mengatakan, saat ini harga bahan baku plastik baik polyprophilena dan polyethilena alias bahan baku plastik telah merosot tajam hingga sebesar 40%. Ini dampak dari tren penurunan minyak hingga pada harga US$ 109 per barel. "Pada September ini, harga bahan baku sudah menjadi US$ 1.600 per ton dari semula US$ 2.000 per ton," katanya, Selasa (3/9).
Menurut Budi, penurunan ini rupanya tidak serta merta membuat industri plastik senang. Sebabnya, banyak perusahaan plastik yang terlanjur memborong bahan baku plastik saat harganya masih di US$ 2.000 per ton. "Sebagian industri plastik mengira, harga minyak mentah akan terus naik," tegasnya. Aksi spekulasi ini menyebabkan sebagian industri plastik mengalami kerugian sangat besar.
Budi menghitung, kerugian tiap industri akibat aksi spekulasi ini mencapai ratusan ribu dollar AS. "Setiap satu ton saja kerugiannya mencapai US$ 200 hingga US$ 400," katanya tanpa mau menyebutkan angka pasti. Asal tahu saja, harga bahan baku plastik selalu mengikuti fluktuasi harga minyak mentah dunia.
Bukan hanya itu, industri dalam negeri juga kerepotan dengan banyaknya impor plastik sehingga mempertajam persaingan di pasar. Buktinya, data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, nilai impor plastik dan barang dari plastik sepanjang tujuh bulan pertama melonjak hingga 100%. Dari tahun lalu sekitar US$ 1,2 miliar per tahun, pada tahun ini diperkirakan bakal mencapai US$ 2,34 miliar per tahun.
Menurut Budi, impor produk plastik selama ini lebih banyak berasal dari Singapura, Malaysia, Thailand, dan Timur Tengah. Plastik impor ini disinyalir bakal dijual ke pasar menjelang Lebaran ini.
Maklum, seperti tahun-tahun sebelumnya, konsumsi plastik menjelang lebaran selalu meningkat 20%. Selain itu, tahun ini, kata Budi, konsumsi plastik dalam negeri akan meningkat 20% menjadi 880.000 ton.
Jika gelombang plastik impor ini bakal membanjiri pasar menjelang lebaran ini, ini merupakan pukulan telak kedua bagi industri plastik. Pasalnya, saat konsumsi naik, seharusnya industri dapat meminimalisasi kerugian dengan semakin banyak menjual produk. "Jika produk impor sudah membanjiri pasar, produk lokal bakal membanting harga," kata Budi.
Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (Depperin) Benny Wachjudi belum mengetahui maraknya impor produk dari plastik ini. "Saya belum tahu," katanya, kemarin. Menurutnya, saat ini pihaknya sedang membahas aturan boleh tidaknya impor plastik bekas. Pasalnya, Inaplas mengeluhkan kekurangan bahan baku lantaran harga minyak mentah tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News