kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.395.000 0,87%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Industri Plastik: Pemerintah Harus Tegas soal Penggunaan Rupiah


Jumat, 26 Desember 2008 / 11:45 WIB


Reporter: Nurmayanti |

JAKARTA. Pengusaha produk plastik mengaku sudah meminta pelaku usaha plastik di hulu untuk bertransaksi dalam rupiah saja. Tapi sayang, permintaan itu ditolak pengusaha plastik sektor hulu. Padahal, sebenarnya penolakan itu melanggar UU Bank Indonesia 1998 Pasal 20 dan SK Menkeu No. 19/MK/1998.

Ketua Umum Asosiasi Industri Kemas Fleksibel Indonesia (Rotokemas Indonesia) Felix S. Hamidjaja mengatakan hingga kini tidak ada tindakan tegas dari pemerintah untuk menertibkan keadaan tersebut dengan aturan sanksi hukum bagi para pelanggar. ”Sampai saat ini pemerintah tidak mengeluarkan juklaknya. Bagaimana mungkin mereka bisa dikenakan sanksi,” katanya.

Sebelum ini, sektor pengolahan plastik sebenarnya sudah tertekan kenaikan harga bahan baku plastik akibat lonjakan harga minyak mentah 60% ke posisi US$147 per barel.

Di sisi lain, pengusaha produk hilir mengaky kuatir dengan desakan industri hulu petrokimia kepada pemerintah yang meminta kenaikan bea masuk (BM) yang berlaku umum (most favoured nations/MFN) untuk bahan baku plastik yakni polietilena (PE) dan polipropilena (PP) pada 2009. Kebijakan itu dinilai akan berpotensi memacu percepatan inflasi.

Direktur Pelatihan Industri INAplas Yoesoef Santo menambahkan usulan kenaikan tarif BM bahan plastik dari 10% menjadi 15% - 20% menyebabkan harga produk akhir akan ikut terdongkrak sekitar 20%. ”Keadaan ini dapat menyebabkan melemahnya daya beli konsumen yang akhirnya memicu percepatan inflasi,” katanya.

Pemerintah diminta segera bergerak cepat karena dampak krisis global akan, kian menekan posisi tawar industri hilir lebih serius.Dampaknya,sektor yang menyerap sekitar 500.000 tenaga kerja berbanding 4.000 orang di hulu. ”Proteksi BM seharusnya dilakukan terhadap impor produk turunan plastik dari China, Vietnam, dan India. Bukan BM untuk bahan baku. Industri hilir ini juga perlu diberi kemudahan impor mesin bekas layak pakai dengan bebas BM,” lanjutnya.

Sebelumnya, pengusaha meminta agar pemerintah harus lebih tegas melaksanakan kebijakannya terkait penggunaan rupiah untuk setiap transaksi di sektor Industri. Pasalnya, banyak industri menjadi korban karena tak sanggup menghadapi fluktuatif nilai tukar rupiah terhadap dolar. Salah satunya, industri pengolahan plastik di sektor hilir petrokimia mengaku terancam rugi hingga US$1,44 miliar pada tahun depan menyusul masih berlangsungnya penggunaan transaksi domestik dengan nilai tukar dolar AS untuk berbagai kebutuhan penunjang produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×