kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri ritel hanya bisa tumbuh 10% tahun 2015


Jumat, 23 Januari 2015 / 22:27 WIB
Industri ritel hanya bisa tumbuh 10% tahun 2015
ILUSTRASI. Informasi jadwal KA Prameks Jogja-Kutoarjo, Senin-Minggu, 7-13 Agustus 2023


Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia merevisi target pertumbuhan bisnis ritel menjadi 10% yang awalnya 15%. Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta mengatakan revisi target pertumbuhan tersebut dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya upah buruh yang meroket dan kurs rupiah kian melemah.

"Yang dominan itu upah buruh, inflasi sudah pasti dan kurs itu yang hebat (pengaruhnya)," katanya.

Tutum mengatakan tiap tahunnya beban pengusaha ritel naik karena beban upah rata-rata naik 10%, inflasi 5%, dan selisih kurs rupiah hingga 20% dari tahun lalu. "Kita harus tumbuh 10%, kalau enggak naik, kita rugi," katanya.

Selain itu, lanjut dia, komponen yang menjadi pertimbangan lainnya dalam revisi tersebut, yakni pertumbuhan jumlah toko dan pergeseran konsumen.

Tutum menambahkan kondisi politik juga menjadi pertimbangan revisi yang awalnya "double" atau berlipat ganda dari delapan menjadi 15%, harus diubah menjadi 10%.

"Tahun lalu 'kan politiknya memanas, moneter ketat, sekarang kita berharapnya agak tenang sedikit, tidak tahunya heboh lagi," katanya.

Terkait penurunan harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu, Tutum mengatakan hal itu tidak berpengaruh signifikan terhadap revisi target pertumbuhan ritel.

"Sedikit banyak ada (pengaruhnya), tapi tidak dominan karena yang dominan itu tadi upah buruh, inflasi dan kurs yang menyebabkan bahan baku semuanya naik," katanya.

Tutum juga mengatakan penurunan harga BBM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap barang eceran (ritel) karena BBM bukan termasuk komponen utama dalam menentukan harga pokok suatu barang.

"Range produk kita 50.000 item, kalau produk pertanian itu cenderung besar pengaruhnya karena biaya logistiknya besar, kalau 'grocery' (barang grosir), itu (penurunan harga BBM) tak ada artinya," katanya.

Selain itu, lanjut dia, faktor lain yang menyebabkan harga barang eceran tidak turun adalah harga barang di pemasok atau industri tak kunjung turun.

"Industri tidak turun, kita juga tidak turun, kuncinya dari industri karena mereka yang menjual barang, kami hanya bersaing dari sisi margin, kalau ada marginnya 10%, kita tambahin 10%," katanya.

Menurut Tutum, biaya logistik pun tidak menyumbang besar terhadap harga pokok barang eceran, apalagi hanya sampai ke gudang penumpanan, yakni hanya sekitar satu persen.

Dia menyebutkan faktor yang paling mempengaruhi fluktuasi harga di pasar, di antaranya ketersediaan-permintaan (supply-demand), suku bunga, kurs, energi (listrik, BBM, gas), infrastruktur logistik, termasuk upah buruh dan biaya birokrasi yang dinilai tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×