Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah lewat Kementerian Kesehatan telah mengkaji revisi Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Salah satu poin yang akan ditegaskan yakni melarang bahan tambahan ke produk rokok. Namun ketentuan ini dinilai rancu oleh pelaku industri rokok.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto menjelaskan, merujuk pada Pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan.
Baca Juga: Gaprindo: Revisi PP Nomor 109/2012 tidak melibatkan produsen rokok
Kata Agus, merujuk pasal tersebut, bahan tambahan ditetapkan dengan peraturan menteri dan belum ditetapkan. "Pelarangan bahan tambahan intinya bertujuan untuk mencegah anak mencoba merokok yakni rasa-rasa yang menarik perhatian anak dan perokok permula seperti rasa buah, permen karet, dan lain sebagainya," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (28/1).
Meski demikian, Agus menyampaikan, sampai saat ini definisi detail masih didiskusikan. Adapun target rampungnya masih belum dipastikan karena masih dalam proses dengan kementerian terkait.
Namun yang pasti pada 24 Desember 2019 lalu, Agus pernah bilang kepada Kontan.co.id bahwa Kementerian Perindustrian sudah masuk dalam panitia antar kementerian yang diketuai oleh Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan.
Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) M Nur Azami mempertanyakan maksud dari poin pelarangan bahan tambahan, "Menurut kami ini jadi seperti pasal karet. Adapun pasal karet ini sudah terjadi di sejumlah pasal dalam PP 109/2012," jelasnya.
Azami menjelaskan lebih lanjut penggunaan bahan tambahan ini penting bagi rokok, apalagi produk rokok di Indonesia memiliki karakteristik dan varian yang berbeda, terutama kretek. Jadi penggunaan bahan tambahan seperti saos merupakan pembeda antar varian dan brand.
Dampak signifikan adanya pasal rancu ini, menurut Azami, produsen rokok akan kehilangan pasar karena konsumen sulit membedakan suatu varian atau brand. Ini juga akan menjadi faktor pemicu maraknya rokok ilegal karena ada celah dari kenaikan harga rokok legal yang tinggi. Di sisi lain dengan tidak ada trade mark dari suatu brand, rokok ilegal menjadi pilihan konsumen.
Baca Juga: BPS: Rokok jadi penyumbang terbesar kedua dalam garis kemiskinan
"Ancaman serius pasal yang rancu ini adalah industri rokok bisa gulung tikar dan pemerintah bakal kehilangan pendapatan yang signifikan," kata Azami.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News