Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penyamaan garam industri dan konsumsi dinilai tidak berpengaruh bagi industri pengguna garam.
Tony Tanduk, Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) mengatakan tidak pengaruh bagi industri selama masih bisa memenuhi stok. "Tidak masalah selama bisa memenuhi stok, mutu bagus, dan harga sesuai," ujar Tony kepada KONTAN (26/7).
Tony pun menerangkan bila di negara lain, garam disatukan tidak ada pemisahan antara garam industri dan garam konsumsi. Garam memang digunakan dalam berbagai macam industri. Selain untuk industri makanan dan minuman (Mamin), garam juga digunakan untuk industri kimia dan manufaktur.
Keberadaan stok dinilai harus menjadi perhatian khusus karena berpengaruh pada industri di Indonesia. Industri biasanya melakukan impor garam karena kualitas garam lokal dinilai tidak memenuhi beberapa industri. "Sebagian garam lokal bisa masuk untuk industri," terang Tony.
Harga garam impor untuk industri cenderung lebih murah dari garam lokal. Garam industri impor dijual dengan harga Rp 600.000 per ton. Sedangkan harga normal bahan baku garam lokal mencapai Rp 750.000 per ton.
Langkanya garam membuat pemerintah berpikir cara untuk mengatasi garam. Setelah kasus PT Garam yang mengimpor garam industri untuk kebutuhan konsumsi, kini pemerintah akan menyamakan garam konsumsi dan garam industri. Sebelumnya berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no. 125 tahun 2015 tentang ketentuan impor garam.
Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa garam industri merupakan garam yang diperuntukan untuk industri dan mengandung natrium klorida (NaCl) minimum 97%. Sedangkan untuk garam konsumsi kandungan NaCl minimum sebesar 94,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News