kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Churchill dituding mark up data batubara di Kutai


Rabu, 17 Oktober 2012 / 22:21 WIB
Churchill dituding mark up data batubara di Kutai
ILUSTRASI. Drone Bayraktar TB2


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Perusahaan tambang asal Inggris Churchill Mining telah memublikasikan data yang salah. Data yang dipublikasikan di situs Kutai Timur tidak sesuai dengan kenyataan.

Di bulan Mei 2008, Churchill mengklaim penemuan 150 juta metrik ton batu bara di Kutai Timur. "Data itu salah, tidak mencapai 150 juta metrik ton batu bara," ucap Mexson Sitompul, Consultan Power PR Asia Pacific untuk pemerintah lokal Kutai Timur Indonesia kepada Kontan, Rabu (17/10) di Jakarta.

Mexson mengungkapkan, informasi data yang dikeluarkan oleh Churchill tersebut terlalu diumbar dan tidak sesuai kenyataan. Hal itu, tutur Mexson, dilakukan Churchill agar harga saham perusahaannya naik di London, Inggris.

Namun, Mexson tidak dapat menyebutkan dengan pasti berapa jumlah metrik ton batu bara yang ada di Kutai Timur. "Yang pasti tidak setinggi itu," tukasnya.

Ditanyakan mengenai kesiapan menghadapi persidangan perdana pengadilan arbitrase internasional, Mexson mengaku siap. Melihat dari dokumen-dokumen bukti yang ada, terang Mexson, Kutai Timur optimistis akan memenangkan pengadilan arbitrase internasional tersebut."Bupati Kutai Timur Isran Noor optimis bisa menang," tukas Mexson.

Persidangan perdana atas gugatan Churchill terhadap pemerintah Indonesia belum pasti akan diadakan kapan. Mexson menuturkan, mungkin akhir bulan ini atau bulan depan.

Perlu diketahui, Churchill Mining mengajukan upaya hukum arbitrase ke mahkamah international. Dalam arbitrase itu, Churchill menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia senilai US$ 2 miliar. Perusahaan tambang asal Inggris itu mengaku telah dirugikan pemerintah soal adanya tumpang tindih izin pertambangan batubara di Kutai, Kalimantan Timur.

Gugatan dari Churchill telah sampai ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) pada 22 Mei lalu. Kemudian tanggal 30 Mei, ICSID mengirim pemberitahuan kepada Presiden Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Kehutanan, Menteri Luar Negeri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Bupati Kutai Timur.

Churchill Mining Plc menuding, pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyita aset miliknya tanpa adanya kompensasi yang layak. Churchill Mining juga berupaya melakukan negosiasi masalah ini sejak dua tahun silam.

Churchill Mining Plc mulai eksplorasi batubara sejak tahun 2008. Perusahaan tambang ini terjun ke Kalimantan dengan cara akuisisi 75% perusahaan lokal bernama Ridiatama Group, Quinlivan yang memperkirakan ada cadangan batubara sebesar 2,73 miliar ton.

Tetapi nahas, empat izin usaha pertambangan (IUP) milik Ridlatama itu dicabut oleh daerah karena mengindikasikan adanya IUP palsu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×