Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendapatkan ultimatum untuk segera membayarkan utang minyak goreng sebesar Rp 344 miliar. Ultimatum tersebut dikeluarkan langsung oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Melansir Kompas.com, untuk diketahui, utang sebesar Rp 344 miliar tersebut merupakan penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian minyak goreng (rafaksi) yang pada saat itu harga minyak goreng mahal dan langka.
Adapun pengadaan itu dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Pasal 7 aturan itu menyatakan, pelaku usaha (produsen minyak goreng) akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar. Dalam Permendag tersebut, HET ditetapkan Rp 14.000 per liter.
Baca Juga: Kemendag Akan Kumpulkan Peritel dan Produsen Minyak goreng Bahas Utang Rp 344 Miliar
Namun, regulasi itu belakangan dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Aprindo pun memberikan tenggat waktu 2-3 bulan ke Kemendag untuk membayar utang minyak goreng itu.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, apabila Kemendag belum melunasi utang tersebut sesuai tenggat waktu yang diberikan, pihaknya telah memiliki 3 opsi ancaman yang dilakukan atas penjualan minyak goreng.
Opsi pertama Aprindo akan mengurangi atau menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen. Dengan demikian, stok minyak goreng di ritel modern akan berkurang hingga terjadi kelangkaan.
Baca Juga: Kemendag Bakal Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng, Tapi Tunggu Hal Ini Dulu
"Kita bukan gini loh, kita beli dari produsen terus kita tidak jual, bukan gitu karena itu artinya nanti kartel atau penimbunan. Tapi kita memang menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen ke kita sehingga kita tidak akan menjual ke masyarakat," jelas Roy saat dijumpai Kompas.com belum lama ini.
"Sampai hari ini kita belum bisa tentukan kapan, tapi kita sedang mempersiapkan sambil melihat perkembangan. Kalau nanti keputusan dari Kejagung bilang tidak dibayar, kita akan lakukan opsi itu. Kita minta dalam 2-3 bulan ini," sambung Roy.
Kedua, Aprindo akan mengerahkan seluruh anggotanya untuk memotong tagihan produsen. Artinya, peritel tidak akan membayar secara penuh atau mengurangi tagihan produsen minyak goreng kepada peritel.
"Kita akan potong tagihan, kan setiap hari migor masuk nih ke ritel kalau kita enggak ngurangin atau kita hentikan kan namanya produsen mereka produksi mau jual terus. Jual kemana? ke ritel. Kalau potong tagihan begitu barang masuk, stockits, kita dapat uang dari konsumen nah potong tagihan enggak kita bayarkan ke produsen," jelas Roy.
Baca Juga: Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng Tunggu Pendapat Hukum Kejagung
"Kita enggak potong sekarang sekaligus tapi bertahap, misal peritel A utang Rp 12 miliar tapi enggak langsung Rp 12 miliar tapi berapa miliar yang mesti dibayar ke produsen atas barang yang kita jual yah kita potong kepada hitungan rafaksinya. Karena dari totalnya masing-masing peritel ada Rp 8 miliar, Rp 11 miliar, dan ada Rp 2 miliar," sambung Roy.
Sementara yang ketiga, Aprindo tidak segan-segan akan menggugat Kemendag ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar membayar utang minyak goreng tersebut.
Walau demikian, hingga saat ini, Aprindo optimistis Kemendag masih tetap berniat baik untuk melunasi utang tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "3 Ancaman Aprindo jika Kemendag Tak Bayarkan Utang Minyak Goreng Rp 344 Miliar"
Penulis : Elsa Catriana
Editor : Akhdi Martin Pratama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News