Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) membuka alasan utamanya melakukan aksi korporasi tukar guling saham (share swap) dengan PT Tower Bersama Infrastucture Tbk (TBIG) dalam rangka monetisasi PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel).
“Kami tidak melakukan penjualan Mitratel. Telkom melakukan aksi korporasi ini untuk menjadi pemain dominan di industri menara melalui share swap dengan Tower Bersama yang kita anggap sebagai salah satu tower company terbuka dan terbaik di Indonesia,” ungkap Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga kala Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, kemarin Kamis (25/6).
Dijelaskannya, nilai bisnis menara didorong bukan hanya oleh jumlah (skala), tetapi juga oleh penyewa (tenansi), dan kualitas penyewa, serta independensinya. “Kami memandang bekerjasama dengan partner yang terbukti unggul merupakan pilihan terbaik sebelum nilai tower menurun,” katanya.
Menurutnya, saat ini industri menara di Indonesia pada siklus hiperkompetisi dimana kompetisi antar penyedia menara sangat tinggi untuk mengakuisisi site. Siklus ini biasanya akan diikuti tahapan berikutnya yakni maturity dimana operator independen sudah semakin besar maka nilai sisa dari menara yang dimiliki operator akan menurun dari waktu ke waktu dikarenakan adanya tumpang tindih lokasi dengan site yang dimiliki Tower Company.
“Aksi share swap itu inisiatif strategi Telkom tidak menjual portofolio bisnis menara, tetapi untuk mengembangkan dengan berinvestasi di Tower Company. Kami ingin menjadi simpel majority di salah satu listed Tower Company untuk mewujudkan sasaran strategi menjadi leading operator menara di Indonesia dan regional,” tegasnya.
Chief Innovation and Strategy Officer Telkom Indra Utoyo menambahkan dalam Conditional Share Exchange Agreement (CSEA) yang dirancang ada undertaking agreement dengan pemegang saham eksisting dari Tower Bersama dimana Telkom bisa menjadi simple majority.
“Tower Bersama berani menjanjikan kepemilikan saham diatas 10%. Kita juga tak bisa diatas 50%, dengan simple majority, kontrol ada di Telkom, tetapi independensi tetap terjaga,” jelas Alex.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VI DPR Nyoman Dhamantra meminta Telkom mencantumkan soal simple majority tersebut di CSEA karena Tower Bersama memiliki saham di bursa sekitar 40%.
“Jika tujuan Telkom ingin menjadi simple majority, itu harus diperjanjikan dengan jelas di CSEA. Soalnya jika motif itu tidak tercapai, dianggap berpotensi menimbulkan kerugian. Harap diingat, dengan ada floating shares 40% di pasar, bisa saja ada aksi block shares terhadap saham Tower Bersama,” katanya.
Seperti diketahui, Telkom akan melepas sahamnya di Mitratel secara bertahap kepada Tower Bersama dengan cara share-swap. Tower Bersama akan menguasai 100% saham Mitratel dengan kompensasi Telkom memiliki 13.7% saham TBIG. Secara bertahap, Telkom bisa menambah sahamnya dengan beberapa syarat. Proses transaksi ini telah bergulir sejak 2014.
Batas akhir CSEA pada akhir Juni 2015. Tower Bersama telah memenuhi semua syarat yang ada dalam perjanjian, tinggal Telkom harus menuntaskan satu syarat yakni restu dari dewan komisaris. (Sanusi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News