Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) terus menggenjot transisi bisnis di luar batubara thermal. ADRO mengejar agar kontribusi pendapatan dari bisnis non-batubara thermal bisa seimbang, mencapai 50% pada tahun 2030.
Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi "Boy" Thohir menyatakan, sebagai komitmen melakukan transformasi bisnis, ADRO tidak akan menggelar ekspansi untuk menambah portofolio di tambang batubara thermal.
Sehingga ADRO hanya akan mengoptimalkan cadangan dan sumber daya batubara pada aset yang ada saat ini.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) Tebar Dividen Final US$ 400 Juta, Simak Rekomendasi Analis
"Produksi batubara thermal kami relatif flat, dan dalam transisi ini (kontribusi) batubara akan berkurang, bisnis lain yang akan menggantikan. Kami melakukan transformasi secara serius, namun semuanya perlu waktu," kata Boy Thohir dalam konferensi pers, Rabu (15/5).
Sebagai gantinya, ADRO menggenjot kontribusi dari batubara metalurgi dan pengembangan industri aluminium melalui PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR).
Bersamaan dengan ekspansi dari pilar Adaro Green dengan sejumlah portofolio proyek jumbo seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kalimantan Utara dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Batam.
Adapun, proyek smelter aluminium tahap I dengan kapasitas 500.000 ton ingot ditargetkan beroperasi komersial pada kuartal III-2025.
Sedangkan pembangunan PLTA dengan kapasitas jumbo hingga 1.375 megawatt diproyeksikan memakan waktu tujuh hingga delapan tahun, dan ditargetkan bisa beroperasi komersial pada 2030.
Baca Juga: Hasil RUPST Adaro (ADRO): Bagikan Dividen US$ 400 Juta, Ganti Direksi & Buyback Saham
Boy Thohir mengungkapkan bisnis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) serta hilirisasi mineral punya prospek yang cerah. Seiring tuntutan untuk memakai energi bersih, permintaan terhadap listrik EBT akan meningkat.
Boy mencontohkan PLTS di Batam yang nantinya memiliki peran strategis untuk memasok energi bersih ke jaringan domestik, maupun di ekspor ke negara tetangga, terutama Singapura.
Sementara untuk hilirisasi aluminium, Boy menyoroti pesatnya pertumbuhan industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Aluminium akan menjadi komoditas penting dalam produksi EV. "Dari sisi geopolitik, kami juga bebas-aktif, punya potensi untuk memasok ke dalam negeri, China, negara Eropa atau Amerika. Jadi kami yakin prospek ke depan akan sangat baik," sebut Boy.
Selain dari proyek yang sedang berjalan dan sudah ada di dalam portofolio, Boy mengatakan, ADRO membuka peluang terhadap pemakaian teknologi baru yang bisa mempercepat transisi energi. Contohnya Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS).
Dalam agenda ekspansi bisnis non-batubara thermal ini, Boy juga mengundang kerja sama dengan berbagai pihak atau perusahaan lainnya.
"Sekarang kan nggak bisa semuanya sendiri. Kami perlu partner yang punya teknologi dan perlu perusahaan-perusahaan yang berpengalaman," tegas Boy.
Baca Juga: Mengukur Kesiapan Adaro Energy (ADRO) Seimbangkan Kontribusi dari Non-Batubara
Kesiapan Dana Ekspansi
Direktur Adaro Energy Michael William Soeryadjaya meyakinkan ,dengan posisi neraca yang kuat lebih dari US$ 1 miliar dan dana yang sudah dicadangkan, ADRO tidak menemui kendala untuk menggarap proyek smelter aluminium dan PLTA fase pertama.
Lagipula, tak seperti batubara, pendaaan untuk ekspansi ke bisnis EBT dan industri hijau lebih mudah terhimpun.
"Sulit mendapatkan pinjaman untuk proyek batubara. Tapi untuk proyek kami yang green, itu yang mau mendanai antre. Jadi saya rasa, harusnya nggak ada masalah," ungkap Michael.
Selain dari kas internal, ADRO punya beberapa opsi untuk mendanai ekspansi ke bisnis hijau. Mulai dari pinjaman perbankan, hingga melalui instrumen pasar modal, termasuk opsi Intial Public Offering (IPO).
Baca Juga: Bukan Untuk Dividen, Ini Penggunaan Laba Bersih Adaro Minerals (ADMR) Tahun 2023
Hanya saja, terkait opsi IPO di pilar Adaro Green, Boy Thohir mengisyaratkan bahwa ADRO belum terburu-buru untuk melepasnya ke pasar saham.
Pasalnya, saat ini sejumlah proyek jumbo Adaro Green juga masih dalam tahap pembangunan "Tunggu dulu, masih perlu waktu," kata Boy.
Sedangkan untuk tahun ini, Chief Financial Officer Adaro Energy Lie Lukman menyampaikan ADRO mengalokasikan belanja modal (capex) sekitar US$ 600 juta - US$ 700 juta.
Sebagian masih akan digunakan untuk tambang batubara, termasuk pembelian alat berat, tongkang dan aset logistik.
Hingga kuartal I-2024, ADRO sudah menyerap capex sebesar US$ 206 juta atau naik sekitar 56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Terutama diserap untuk pembelian dan penggantian alat berat, tongkang, serta investasi di smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya.
Baca Juga: Anak Usaha Adaro Energy Rekrut Lulusan SMA dan SMK di Sekitar Operasi Tambang
Rekomendasi Saham
Di tengah agenda ekspansi, ADRO masih getol mengguyur dividen kepada para pemegang sahamnya. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar Rabu (15/5) menyetujui pembagian dividen dengan total nilai US$ 800 juta atau 48,74% dari laba bersih tahun buku 2023 sebesar US$ 1,64 miliar.
Total dividen itu termasuk US$ 400 juta yang telah dibayarkan pada 12 Januari 2024 sebagai dividen interim, dan US$ 400 juga untuk dividen tunai final. Selain pembagian dividen, RUPST menyetujui aksi korporasi ADRO berupa pembelian kembali (buyback) saham dengan jumlah sebanyak-banyaknya Rp 4 triliun.
Baca Juga: ADRO hingga PTBA, Ini Rekomendasi Saham Batubara Pilihan Usai Rilis Kinerja Kuartal I
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai aksi buyback dengan nilai yang cukup jumbo itu memberikan sinyal positif, dan menandakan harga saham ADRO relatif sedang undervalue.
Di sisi lain, Felix memandang pembagian dividen ADRO sudah ter-priced in dengan harga sahamnya.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer sepakat bahwa pelaku pasar telah mengantisipasi pembagian dividen. Sehingga potensi penguatan harga saham ADRO cenderung terbatas.
Meski begitu, secara kinerja Miftahul menaksir ADRO masih berpeluang tumbuh pada kuartal berikutnya.
Miftahul pun menyarankan hold saham ADRO dengan target harga di Rp 3.130. Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan turut melihat potensi pertumbuhan kinerja ADRO, mempertimbangkan tingkat produksi, volume penjualan, permintaan dan harga batubara, serta efisiensi yang dilakukan.
Rizkia juga menyarankan hold ADRO dengan target harga di Rp 2.900. Felix turut menyematkan rekomendasi hold ADRO dengan target harga Rp 2.900 per saham.
Adapun, pada perdagangan Rabu (15/5), harga ADRO melemah 1,74% ke level Rp 2.830 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News