kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Ini Dampak Konflik Global terhadap Sektor Energi Indonesia, Positif atau Negatif?


Kamis, 08 Agustus 2024 / 03:48 WIB
Ini Dampak Konflik Global terhadap Sektor Energi Indonesia, Positif atau Negatif?
ILUSTRASI. Konflik global, seperti invasi Rusia ke Ukraina, memiliki dua sisi bagi sektor energi di Indonesia. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik global, seperti invasi Rusia ke Ukraina, memiliki dua sisi bagi sektor energi di Indonesia.

Hal tersebut dijelaskan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Melansir Infopublik.id yang mengutip laman Kementerian ESDM pada Rabu (7/8/2024), meskipun membawa dampak negatif sebagai importir minyak dan gas bumi, konflik itu juga membawa dampak positif sebagai eksportir mineral dan batubara.

"Posisi Indonesia cukup unik, kita adalah produsen energi fosil dan sekaligus importir. Kita mengimpor minyak mentah dan BBM, khususnya bensin. Jika kita mengimpor, harga yang kita dapatkan adalah harga internasional. Namun, di sisi lain kita juga mengekspor gas," kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di Jakarta pada Senin (5/8/2024).

Dadan menjelaskan bahwa konflik global mempengaruhi Indonesia baik sebagai eksportir maupun importir.

"Misalnya, meningkatnya harga crude atau minyak mentah akibat konflik membawa dampak negatif bagi Indonesia," ujar Dadan.

Namun, sebagai eksportir crude, Indonesia juga mendapat keuntungan dari kenaikan harga akibat konflik.

Baca Juga: Kementerian ESDM Ungkap Peran Batubara Mengisi Transisi Energi

"Jika harga minyak naik 1 dolar per barel, pendapatan negara meningkat Rp 3,3 triliun. Namun, karena kita juga mengimpor minyak mentah dan BBM, belanja negara akan melonjak menjadi Rp 9,2 triliun. Jadi, kenaikan harga 1 dolar per barel sebenarnya menyebabkan defisit Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun," jelas Dadan.

Salah satu konsumen terbesar BBM adalah pembangkit listrik. Namun, dampaknya tidak terlalu besar karena 66% pembangkit listrik di Indonesia berbahan baku batubara (PLTU), yang dilindungi dengan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan harga tertinggi US$ 70 per ton.

"Alhamdulillah, untuk listrik dampaknya tidak terlalu besar karena kebijakan DMO kita sangat baik. Basis sekarang 66% berasal dari batubara," kata Dadan.

Sebaliknya, ekspor batubara Indonesia memberikan keuntungan besar karena harga ekspor mengikuti pasar internasional, yang meningkatkan penerimaan negara.

Baca Juga: Menuju Negara Berpenghasilan Tinggi, Indonesia Perlu Genjot Kualitas Investasi

"Dengan ekspor batubara, Indonesia menikmati keuntungan besar karena harga internasional yang tinggi, sehingga penerimaan negara meningkat signifikan," tambah Dadan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×