Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KUCHING. Regulasi dan pengawasan yang tidak tegas dari pemerintah, menjadi salah satu penyebab seringnya kebakaran hutan di Indonesia.
Basuki Sumawinata, Pengamat gambut dari IPB mengatakan, sebagian besar kebakaran di kawasan gambut adalah lahan yang tidak dikelola dengan baik.
"Kebakaran terjadi di perbatasan lahan milik korporasi dan petani. Kalau kebakaran terjadi di lahan kebun sawit korporasi, pasti mereka bangkrut. Tapi ini terjadi di perbatasan, bukan di pusat area perkebunan," kata Basuki di sela acara 15th International PEAT Congress 2016 di Kuching, Sarawak, Malaysia, Kamis (18/6).
Di sini persoalannya. Menurut Basuki, dalam satu areal lahan gambut, ada perkebunan sawit yang kepemilikannya berbeda. Ada perkebunan yang unmanage (tidak dikelola) dan manage.
Kalau perkebunan yang dikelola, kata Basuki, si pemilik berusaha mencegah agar lahannya tidak terbakar. Kondisi ini berbeda dengan lahan yang tidak dikelola. Di lahan ini kebakaran lahan sewaktu-waktu bisa terjadi.
Dan, menurut Basuki, pemilik perkebunan yang lahannya tidak terkelola dengan baik, antara lain perkebunan rakyat yang tidak memiliki induk plasma. Sebagian dari mereka hanya coba-coba membudidayakan tanaman yang menghasilkan uang.
"Kenapa kebun rakyat itu tidak ada induknya? karena status lahannya banyak yang tidak beres. Mereka tidak bisa mendapatkan sertifikat tanah di lahan tersebut. Mereka hanya bisa memanfaatkan lahan. Tapi, kalau semuanya beres, pasti korporasi mau jadi inti dan plasma," imbuh Basuki.
Regulasi tidak tegas
Senada dengan koleganya, Supiandi Sabiham, Guru Besar Kimia dan Kesuburan Tanah dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan, kebijakan pemerintah dalam mencegah kebakaran lahan, terutama di area gambut, tidak dilakukan secara komprehensif dan tegas.
Menurut Supiandi yang juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Gambut Indonesia (HGI) itu, sebagian besar masyarakat di sekitar kawasan hutan yang terbakar, kurang mendapatkan edukasi tentang tata cara mengelola lahan gambut yang baik.
Padahal, kebakaran hutan kerap dipicu oleh minimnya pengetahuan masyarakat setempat dalam mengelola usaha perkebunannya yang berada di lahan gambut. Misalnya usaha perkebunan sawit.
Di Indonesia, beberapa lahan sawit yang ada di Kalimantan dan Sumatera sering terjadi kebakaran. Ini karena banyak new comer (pemain baru) usaha sawit dari penduduk setempat. Tapi, mereka tidak mengelola kebun dengan baik. Akibatnya sering menimbulkan kebakaran.
Berbeda dengan Malaysia, lanjut Supiandi, pemain baru di usaha perkebunan sawit nyaris tidak ada. Para pelaku usaha dan petani di negeri jiran telah memiliki pengetahuan yang cukup dalam mengelola perkebunan sawit di lahan gambut.
"Di Malaysia tidak dilarang untuk membakar lahan. Tapi, bagaimana cara membakar lahan? Nah ini yang diatur dengan tegas dan jelas oleh pemerintah Malaysia hingga ke tingkat desa," kata Supiandi.
Supiandi menambahkan, mengelola kawasan gambut yang baik adalah dengan menerapkan water management. Tata kelola air yang baik mampu mempertahankan kelembaban lahan gambut serta menjaga cadangan air untuk tanaman. Ini juga yang dilakukan di Malaysia.
"Kenapa kebakaran hutan sering terjadi di lahan petani? karena mereka tidak punya cukup uang untuk mengelola lahan perkebunan yang baik," kata Supiandi.
Catatan saja, berdasarkan data HGI, dari 15 juta hektar (ha) lahan gambut di Indonesia, sekitar 4 juta ha terpakai untuk kegiatan produksi. Sedangkan 4 juta ha lainnya terdegradasi dan 2 juta ha masih berupa semak belukar dan sisanya hutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News