Reporter: Syifa Fauziah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kemacetan di dalam pelabuhan Tanjung Priok menyedot perhatian. Kepadatan yang terjadi akibat penumpukan peti kemas ini terjadi di terminal 3 pelabuhan Tanjung Priok.
Untuk saat ini pelabuhan Tanjung Priok sendiri memiliki empat fasilitas terminal peti kemas ekspor-impor. Keempatnya dikelola oleh Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Tanjung Priok. Namun ada yang berbeda dari keempat teriminal tersebut.
Menurut Carmelita Hartoto, Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), adanya penumpukan peti kemas di terminal 3 terjadi karena adanya persaingan usaha. Ia membenarkan bahwa hal seperti ini biasa terjadi. Di samping itu, adanya perbedaan tarif penanganan peti kemas di Terminal 3 menjadi pemicunya.
"Untuk ini kami mengharapkan para pengelola peti kemas meningkatkan pelayanan, bukan hanya memberikan tarif yang lebih murah namun juga memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan memuaskan," kata Carmelita saat dihubungi, Minggu (31/7)
Asal tahu, besaran tarif Terminal Handling Charges (THC) di JICT, TPK Koja, dan MAL sebesar US$ 95/peti kemas dengan ukuran 20 feet. Dengan begitu, pelayaran hanya menikmati surcharges sebesar US$ 12 per bok. Sementara itu, pengelola terminal peti kemas memperoleh US$ 83 Container Handling Charges (CHC).
Berbeda hal dengan besaran THC di terminal 3, yaitu mencapai US$ 95 per kontainer. Dari jumlah tersebut, pengelola terminal dibebankan CHC sebesar US$ 73 dan sisanya, sebesar US$ 22 merupakan surcharges pelayaran.
Menanggapi hal tersebut, Carmelita mengatakan adanya perbedaan tarif masih memungkinkan agar THC diturunkan. “Hal ini dilakukan untuk menekan biaya logistik juga menarik minat pelanggan,” ujar Carmelita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News